Bahlil Usulkan Semua Mantan Presiden yang Telah Wafat Diberi Gelar Pahlawan Nasional

Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan agar seluruh mantan presiden RI yang telah wafat diberi gelar Pahlawan Nasional.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
tribunnews/Taufik Ismail
PAHLAWAN NASIONAL - Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia. Ia mengusulkan agar seluruh mantan presiden RI yang telah wafat diberi gelar Pahlawan Nasional. Ia juga menanggapi polemik terkait usulan gelar untuk Soeharto di tengah gelombang penolakan masyarakat sipil. 

 

“Sampai kemudian bangsa kita menjadi Macan Asia pada saat itu ya, di zaman Orde Baru,” ujar Bahlil.

Bahlil menambahkan, tidak ada tokoh yang sempurna, dan bangsa Indonesia sepatutnya menghargai jasa para pemimpin terdahulu.

“Kalau kita mau bicara tentang manusia yang sempurna, kesempurnaan itu cuma Allah Subhanahu wa ta'ala,” ujarnya.

 

Baca juga: Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Apa Sih Hebatnya?

 

Gelombang Penolakan

Sementara itu, penolakan terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto terus meluas.

Berbagai kalangan masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis hak asasi manusia menyuarakan penolakan tersebut melalui diskusi dan pernyataan sikap.

Dalam konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Selasa (4/11), Franz Magnis-Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, menyatakan penolakannya terhadap pencalonan Soeharto.

 

Baca juga: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Sejarahwan UGM Ingatkan Bahaya Otoritarianisme

 

“Jasa Pak Harto tidak perlu disangkal, tetapi dari seorang Pahlawan Nasional dituntut lebih, dituntut bahwa ia tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika, dan mungkin juga jahat,” kata Magnis-Suseno dalam konferensi yang disiarkan kanal YouTube YLBHI.

“Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab atas satu dari lima genosida terbesar umat manusia di bagian kedua abad ke-20, yaitu pembunuhan sesudah '65–66.”

Konferensi tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh seperti Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia), Marzuki Darusman (mantan Jaksa Agung), dan Bivitri Susanti (pakar hukum tata negara).

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved