Keterwakilan Perempuan di DPRD Tana Toraja Terendah di Sulsel, Baru 6,67 Persen

Tingkat keterlibatan perempuan dalam politik di Tana Toraja tercatat paling rendah di Sulawesi Selatan, hanya 6,67 persen. Padahal, perempuan...

Tribun Toraja/Anastasya Saidong Ridwan
KESETARAAN GENDER - Kepala Bidang PPPA Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3ADALDUKKB) Provinsi Sulawesi Selatan, Meisy Papayungan, saat memaparkan materi Pengarusutamaan Gender (PUG) Selasa (4/10/2025), ia mengatakan Keterlibatan Perempuan di parlemen Tana Toraja terendah di Sulsel, meski kontribusi ekonomi tertinggi, sosialisasi ini dilaksanakan di Kantor Bupati, Kelurahan Pantan, Kecamatan Makale, Tana Toraja. 

IPG Tana Toraja tercatat sebesar 89,24, masih di bawah rata-rata provinsi 93,98.

Adapun selisih Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara laki-laki (76,42) dan perempuan (68,20) mencapai 8,22 poin, yang menunjukkan masih terbatasnya akses perempuan terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi setara.

“Data ini menunjukkan bahwa perempuan Toraja memiliki kapasitas dan kontribusi besar, namun belum mendapat ruang yang cukup di ranah politik. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua,” ujar Meisy Papayungan.

 

Baca juga: Riset Omdia: Ponsel Murah Jadi Penopang Pertumbuhan Pasar Smartphone Global Kuartal III-2025

 

Ia menekankan pentingnya penerapan pengarusutamaan gender dalam seluruh kebijakan pembangunan daerah, termasuk di sektor politik, agar potensi perempuan dapat terwadahi secara optimal.

“Jika kita ingin mewujudkan pembangunan yang inklusif, maka suara perempuan harus didengar dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Tana Toraja Kendek Rante mengakui bahwa rendahnya keterlibatan perempuan di parlemen tidak terlepas dari budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat.

 

Baca juga: Sehari Usai Prof Karta Dicopot sebagai Rektor, Mahasiswa UNM Bentrok, Lima Motor Dibakar

 

“Memang di Toraja, sebagian besar masyarakat masih menaruh kepercayaan politik kepada laki-laki. Hal ini sudah berlangsung lama karena dianggap laki-laki lebih pantas memimpin,” kata Kendek.

Namun, ia optimistis kondisi ini dapat berubah seiring meningkatnya pendidikan dan partisipasi aktif perempuan di berbagai bidang.

(*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved