Anwar Usman Diduga Bohong soal Alasan Tak Ikut Rapat Batas Usia Capres-Cawapres di MK

Adapun tiga perkara yang dimaksud tersebut yakni terkait uji materi usia batas calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang…

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Kompas.com/Aprillio Akbar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman. 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menemukan dugaan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman berbohong terkait alasannya tak ikut dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dalam memutus tiga perkara yang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun tiga perkara yang dimaksud tersebut yakni terkait uji materi usia batas calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang kemudian ditolak MK.

 

 

Hal tersebut berdasarkan dugaan yang disampaikan salah satu pelapor.

 Dari laporan tersebut kemudian dikonfirmasi oleh MKMK terhadap para hakim konstitusi yang diperiksa.

MKMK sejauh ini telah memeriksa sebanyak enam hakim konstitusi.

 

Baca juga: MKMK: 9 Hakim MK Berpotensi Langgar Kode Etik

 

Pemeriksaan pertama digelar pada 31 Oktober 2023 terhadap tiga hakim, antara lain Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.

Kemudian, pemeriksaan tahap kedua dilakukan terhadap hakim konstitusi Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo yang berlangsung pada Rabu (1/11/2023).

“Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru,” ujar Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dikutip Kompas.com, Rabu.

 

Baca juga: Denny Indrayana: Putusan Batas Usia Capres Libatkan Ketua MK hingga Kantor Kepresidenan

 

Jimly menjelaskan alasan Anwar Usman tidak ikut RPH ada dua versi,

Pertama, Anwar Usman menyadari tak ikut rapat karena konflik kepentingan.

Kedua, alasannya karena sakit.

 

Baca juga: Dugaan Pelanggaran Etik di MK, MKMK Gelar Pertemuan dengan Hakim Konstitusi

 

“Waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit,” ujar Jimly.

“Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar,” lanjutnya.

Adapun kronologi mengenai mangkirnya Anwar Usman dalam RPH untuk putusan tiga perkara itu sebelumnya diungkapkan oleh salah satu hakim konstitusi, Arief Hidayat.

 

Baca juga: 16 Guru Besar Hukum Tata Negara bakal Laporkan Ketua MK Anwar Usman, Ini Daftar Namanya

 

Lewat pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, Arief menyampaikan, 8 dari 9 hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 pada 19 September 2023.

Diketahui, perkara nomor 29 diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), perkara 51 diajukan Partai Garuda, dan perkara 55 dilayangkan sejumlah kepala daerah. Seluruh perkara itu sama-sama menggugat batas usia minimum capres-cawapres.

Tiga perkara tersebut kemudian disidangkan secara intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli, pihak terkait, serta presiden dan DPR, untuk perkara ini.

 

Baca juga: Bantah Terlibat Konflik Kepentingan dalam Putusan Loloskan Gibran, Ketua MK Kutip Cerita Nabi

 

"RPH dipimpin oleh Wakil Ketua (Saldi Isra) dan saya menanyakan mengapa ketua tidak hadir. Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pendapat berbedanya dalam sidang yang digelar 16 Oktober 2023.

“Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo."

 

Baca juga: Pemilih Ganjar dan Prabowo yang Kecewa dengan Putusan MK Untungkan Anies

 

Tanpa Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu.

Berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, merupakan ranah bagi pembentuk undang-undang  yaitu DPR dan pemerintah. Karena alasan itu, MK secara aklamasi menolak gugatan yang diajukan PSI, Garuda, dan para kepala daerah itu.

Namun, dalam RPH berikutnya, Arief menyebut, Anwar Usman menjelaskan bahwa ia tak ikut memutus perkara PSI, Garuda, dan para kepala daerah, karena alasan kesehatan.

 

Baca juga: MK Putuskan Kepala Daerah Bisa Jadi Cawapres, Gerindra: Kami Ada Komunikasi dengan Gibran

 

"Bukan untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) sebagaimana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu," kata Arief Hidayat.

Dengan kehadiran Anwar, sikap hakim konstitusi mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.

Kemudian, atas dasar putusan MK itu diketahui bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai 40 tahun.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved