Bahlil Usulkan Semua Mantan Presiden yang Telah Wafat Diberi Gelar Pahlawan Nasional
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan agar seluruh mantan presiden RI yang telah wafat diberi gelar Pahlawan Nasional.
Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengusulkan agar seluruh mantan presiden Republik Indonesia yang telah meninggal dunia diberikan gelar Pahlawan Nasional.
Usulan ini disampaikan Bahlil usai menghadiri rapat terbatas bersama Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Bahlil menegaskan, Partai Golkar tidak hanya mengusulkan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, tetapi juga kepada Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan BJ Habibie.
Ia menyebut seluruh mantan presiden yang telah berpulang memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara.
“Kami itu terbuka. Bila perlu tokoh-tokoh bangsa yang mantan-mantan presiden, yang sudah selesai, yang sudah pergi, sudah dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Mereka itu punya jasa,” kata Bahlil dikutip dari laporan Kompas TV.
“Pak Gus Dur juga mempunyai kontribusi yang terbaik untuk negara ini. Ya, kami menyarankan juga harus dipertimbangkan agar bisa menjadi Pahlawan Nasional. Pak Habibie juga, semuanya lah,” tambahnya.
Baca juga: Soal BBM Campur Etanol 10 Persen, Bahlil: Ini Energi Bersih!
Soal Polemik Gelar untuk Soeharto
Bahlil menanggapi polemik yang muncul terkait usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
Menurutnya, Partai Golkar menghormati perbedaan pandangan yang ada di masyarakat, namun tetap menilai Soeharto sebagai sosok berjasa besar bagi Indonesia.
Ia menilai, selama 32 tahun berkuasa, Soeharto berhasil mengatasi hiperinflasi, menciptakan lapangan kerja, mencapai swasembada pangan dan energi, serta membawa Indonesia diakui sebagai salah satu kekuatan ekonomi Asia pada masa Orde Baru.
Baca juga: Dua Profesor Unhas Dukung Soeharto Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
“Sampai kemudian bangsa kita menjadi Macan Asia pada saat itu ya, di zaman Orde Baru,” ujar Bahlil.
Bahlil menambahkan, tidak ada tokoh yang sempurna, dan bangsa Indonesia sepatutnya menghargai jasa para pemimpin terdahulu.
“Kalau kita mau bicara tentang manusia yang sempurna, kesempurnaan itu cuma Allah Subhanahu wa ta'ala,” ujarnya.
Baca juga: Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Apa Sih Hebatnya?
Gelombang Penolakan
Sementara itu, penolakan terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto terus meluas.
Berbagai kalangan masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis hak asasi manusia menyuarakan penolakan tersebut melalui diskusi dan pernyataan sikap.
Dalam konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Selasa (4/11), Franz Magnis-Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, menyatakan penolakannya terhadap pencalonan Soeharto.
Baca juga: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Sejarahwan UGM Ingatkan Bahaya Otoritarianisme
“Jasa Pak Harto tidak perlu disangkal, tetapi dari seorang Pahlawan Nasional dituntut lebih, dituntut bahwa ia tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika, dan mungkin juga jahat,” kata Magnis-Suseno dalam konferensi yang disiarkan kanal YouTube YLBHI.
“Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab atas satu dari lima genosida terbesar umat manusia di bagian kedua abad ke-20, yaitu pembunuhan sesudah '65–66.”
Konferensi tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh seperti Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia), Marzuki Darusman (mantan Jaksa Agung), dan Bivitri Susanti (pakar hukum tata negara).
Baca juga: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Fadli Zon: Sudah Sesuai Prosedur
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, turut menilai Soeharto tidak memenuhi kriteria penerima gelar berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
“Mengacu pada undang-undang tersebut, Soeharto tidak layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik tidak dapat disangkal, meskipun juga tidak pernah diuji melalui proses peradilan," kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Selasa (28/10).
(*)
| KPK: Gubernur Riau Abdul Wahid Pakai Uang Pemerasan untuk Wisata ke Inggris dan Brasil |
|
|---|
| MKD: Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach Tak Terima Gaji Selama Masa Nonaktif dari DPR RI |
|
|---|
| Dua Profesor Unhas Dukung Soeharto Mendapat Gelar Pahlawan Nasional |
|
|---|
| MKD: Uya Kuya Tak Terbukti Langgar Etik, Kembali Aktif Jadi Anggota DPR RI |
|
|---|
| Buntut Ucapan 'Tolol', Ahmad Sahroni Dihukum Nonaktif 6 Bulan oleh MKD DPR |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/bahlik-dan-golkar.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.