PPI dari Berbagai Negara Tolak RUU TNI, Sebut Ancam Demokrasi

Dalam pernyataan tersebut, perwakilan PPI dari Australia, Denmark, Belanda, Jerman, Inggris, dan Jepang menyoroti berbagai masalah dalam revisi...

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Kompas.com/Hanifah Salsabila
RUU TNI - Suasana demonstrasi di depan Gedung DPR RI mulai dipadati Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (20/03/2025) pagi. Terkini, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara menyatakan sikap penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di berbagai negara menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

Pernyataan sikap ini disampaikan dalam konferensi pers yang diunggah melalui kanal YouTube PPI Belanda pada Rabu (19/3/2025).

Dalam pernyataan tersebut, perwakilan PPI dari Australia, Denmark, Belanda, Jerman, Inggris, dan Jepang menyoroti berbagai masalah dalam revisi RUU TNI, yang dinilai berpotensi mengancam prinsip demokrasi di Indonesia.

"Kami, perhimpunan pelajar di berbagai negara, menaruh perhatian serius terhadap persoalan ini. Selain proses penyusunan yang tergesa-gesa dan menimbulkan kecurigaan, substansi RUU ini juga mengandung pasal-pasal yang dapat mengancam demokrasi," ujar Rozy Brilian, moderator konferensi pers PPI Dunia.

 

 

Legislasi yang Tertutup dan Terburu-buru

Wildan Ali dari PPI Australia menilai bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan tanpa transparansi dan partisipasi publik.

"RUU ini dibahas secara tertutup dan terburu-buru tanpa melibatkan koalisi masyarakat sipil, yang menimbulkan kesan ada sesuatu yang disembunyikan," ujarnya.

Ia juga mengkritik keputusan DPR yang menggelar rapat konsinyering di hotel mewah pada akhir pekan, padahal pemerintah tengah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran.

Wildan menambahkan bahwa target penyelesaian sebelum masa reses DPR pada 21 Maret 2025 menunjukkan bahwa proses legislasi ini tidak sesuai dengan kaidah perundang-undangan yang berlaku.

"Awalnya, RUU TNI tidak termasuk dalam daftar 41 Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Namun, tiba-tiba masuk dalam agenda pembahasan setelah terbitnya surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 pada 13 Februari 2025," tambahnya.

Selain itu, ia menyoroti pelanggaran prinsip keterbukaan yang dilakukan DPR, di mana draf RUU tidak dipublikasikan melalui situs resminya.

"Padahal, revisi ini berdampak besar terhadap demokrasi dan reformasi yang telah diperjuangkan selama ini. Tindakan ini mencederai Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mewajibkan adanya partisipasi publik dalam proses legislasi," jelas Wildan.

 

Baca juga: UU TNI: Aturan Kontroversial yang Digagas Sejak Lama dan Dibahas Secepat Kilat

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved