PPI dari Berbagai Negara Tolak RUU TNI, Sebut Ancam Demokrasi

Dalam pernyataan tersebut, perwakilan PPI dari Australia, Denmark, Belanda, Jerman, Inggris, dan Jepang menyoroti berbagai masalah dalam revisi...

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Kompas.com/Hanifah Salsabila
RUU TNI - Suasana demonstrasi di depan Gedung DPR RI mulai dipadati Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (20/03/2025) pagi. Terkini, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara menyatakan sikap penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). 

 

Ancaman terhadap Demokrasi

Sementara itu, Yuan Anzal dari PPI Denmark menyoroti Pasal 7 ayat 2 angka 15 dalam RUU TNI, yang memungkinkan keterlibatan TNI dalam penanganan ancaman siber.

Ia menilai ketentuan ini berpotensi mengancam sistem demokrasi karena tidak memiliki batasan yang jelas.

"Sejarah menunjukkan bahwa intervensi negara dalam ruang digital dapat berujung pada pembatasan kebebasan sipil, seperti yang terjadi dalam kasus pemadaman internet di Papua pada 2019. Jika TNI diberikan kewenangan dalam menangani ancaman siber tanpa batasan yang tegas, maka kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia bisa terancam," kata Yuan.

Ia juga mengkritik Pasal 47 yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil, yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi.

"Militer seharusnya tunduk pada otoritas sipil, bukan malah mengambil alih peran yang seharusnya dijalankan oleh warga sipil. Jika aturan ini disahkan, maka peran militer dalam pemerintahan akan semakin besar, membuka peluang bagi kembalinya militerisme dalam administrasi negara," tambahnya.

 

Baca juga: Pakar Hukum: RUU TNI Cacat Legislasi

 

Kenaikan Usia Pensiun dan Beban Anggaran

Vadaukas Valubia Laudza dari PPI Belanda menyoroti dampak Pasal 53 ayat 2 yang menaikkan batas usia pensiun prajurit TNI.

Ia menilai kebijakan ini berisiko menambah beban anggaran negara serta memperlambat regenerasi dalam tubuh TNI.

"Pasal 53 ayat 2 RUU TNI menaikkan batas usia pensiun perwira tanpa alasan yang jelas. Hal ini berpotensi menambah beban anggaran negara hingga Rp 412 miliar pada 2025, berdasarkan data Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS)," ujarnya.

Selain itu, ia menekankan bahwa kenaikan usia pensiun akan memperlambat kaderisasi dalam tubuh militer.

"Regenerasi yang lambat akan menyebabkan stagnasi kepemimpinan di TNI. Dengan adanya aturan ini, para perwira tinggi bisa mempertahankan posisi mereka lebih lama, sehingga menghambat promosi bagi generasi muda di institusi militer," tegas Vadaukas.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved