Ketua MK Dilaporkan

16 Guru Besar dan Akademisi Hukum Tata Negara Laporkan Ketua MK Ipar Jokowi ke MKMK

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan laporan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim konstitusi

Editor: Imam Wahyudi
Kompas.com/Aprillio Akbar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA - Sebanyak 16 guru besar dan pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) resmi melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Majelis Kehormatan MK (MKMK). 

Ipar Presiden Joko Widodo itu dinilai melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi serta terlibat dalam konflik kepentingan.

CALS didampingi oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57).

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan laporan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim konstitusi menjadi perhatian besar.

Menurutnya, hal ini belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia di seluruh dunia.

"Perlu diketahui, perkara ini belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia, seluruh dunia, semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini," kata Jimly dalam Rapat Klarifikasi Pelapor di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta, Kamis (26/10/2023).

Jimly kemudian menyebut, kasus putusan 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimal syarat capres dan cawaprws menarik perhatian seluruh rakyat Indonesia.

Profesor yang mewakili tokoh masyarakat ini memandang putusan itu juga membuat masyarakat terbelah.

"Sekarang ini masyarakat politik terpecah lima, kubu sini, kubu sini, kubu tengah, dan kubu antara, pada marah semua," sambungnya.

Mantan Hakim Konstitusi itu menilai, ini merupakan hal yang bagus dan harus disyukuri.

Perkara ini, imbuh Jimly, dapat menjadi momentum untuk mengedukasi publik setelah MK menjadi pembicaraan dalam sebulan terakhir.

"Ini bagus. Harus disyukuri gitu lho. Untuk public education, bagus sekali ini. Civic education, bagus sekali. Jadi enggak ada orang yang tidak membicarakan MK sebulan ini. MK semua dengan segala macam emosinya. Bagus itu,” tutur Jimly.

“Kalau kita lihat dari langit, waduh ini harus disyukuri ini dan yang membuat sejarah saudara-saudara ini yang melapor gitu lho," ucapnya kepada para pelapor yang hadir dalam rapat,” sambungnya.

Prof Jimly meminta, dalam proses penanganan laporan dugaan pelanggaran etik ini, agar para pelapor tidak emosi penuh amarah.

Dia menegaskan pentingnya para pelapor saling beradu ide untuk membuktikan adanya pelanggaran etik yang dilakukan hakin konstitusi.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved