Opini
Toraja Masero Development Goals - Batch I: Membangun Kesadaran Kolektif Melalui Praktik Inisiatif
Artikel opini ini membahas pentingnya kesadaran kolektif dan praktik inisiatif dalam mewujudkan Toraja Masero Development Goal’s, serta bagaimana...
Oleh: Sumartoyo, S.Pd., M.Si.
Ceo Sekolah Pemimpin, CEO Jalan Kopi, dan Ketua Bidang Pengembangan IPTEK dan Humas DPP AGUPENA
TRIBUNTORAJA.COM — Kesadaran adalah tingkatan pertama dalam brain pool, yang terbentuk melalui proses kognitif dan psikologis yang dipengaruhi secara kompleks oleh lingkungan. Menurut Goleman seseorang yang dikatakan self awereness mampu merasakan, mengartikulasikan, dan merefleksikan rangkaian peristiwa yang dialaminya menjadi sebuah keadaan emosional. Dengan kata lain, kesadaran dapat dikatakan sebagai ekosistem (kolam) yang membentuk jati diri seseorang.
Kesadaran adalah emosi. Banyak teori filsafat yang menghubungkan emosi dengan kecerdasan dan intuisi manusia. Aristoteles mengatakan emosi sebagai bagian dari kehidupan manusia yang rasional, emosi bukanlah musuh akal, tetapi respon alamiah yang melibatkan penilaian kognitif (Rhetorica dan Nicomachen Ethics). Para penganut Stoa (Stoikisme) percaya emosi bukan sebagai kekuatan gelap irrasional yang mengganggu akal, sebaliknya kesadaran yang sedang mengalami sesuatu berdasarkan penilaiannya terhadap dunia.
Lalu bagaimana kesadaran itu bekerja secara kolektif membentuk keputusan?
Pikiran manusia tidak hanya kompleks tetapi unik. Keunikannya dipengaruhi berbagai faktor internal dan eksternal. Sudut pandang, empati dan kemampuan metakognisi adalah indikator penting dalam proses menhasilkan kesadaran yang kolektif. Ketiga hal itu membantu proses inisiasi bertumbuh dan mempengaruhi keputusan-keputusan penting.
Dalam praktik pemerintahan yang sehat, inisiatif merupakan Powering Force di setiap terobosan baru. Sebuah penelitian yang dipublikasi di Singapura tahun 2023 menganalisis 148 sampel terkait inovasi di sektor publik. Dalam jurnal bertajuk Exploring Innovation Types and National Context in Singapore itu menjelaskan bagaimana inisiatif aparat pemerintah memicu konteks politik, administrasi, ekonomi-teknologi, sosial dan temporal yang menciptakan atmosfir birokrasi yang sehat dan inovatif. Dengan dukungan sistim meritokrasi, Pemerintah Singapura bersama para aparatnya melahirkan inovasi operasional One Service dan pengembangan Smart Nation Initiative dengan mengadopsi teknologi AI dan IOT untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat secara maksimal, efisien dan dengan tingkat transparansi yang tinggi. Hasilnya dari tahun 2017 indeks kepuasan layanan publik berada di atas 80 persen dan mempertahankan peringkat ke-5 terendah korupsi di dunia berdasarkan CPI 2022.
Pengaruh praktik inisiatif yang berasal dari kesadaran kolektif sedianya bisa dipraktikkan untuk mewujudkan Toraja Masero Development Goals. Namun membudidayakan dan membudayakan pikiran untuk menuju ke sana perlu direkat melalui diskusi konstruktif untuk menyamakan energi perspektif. Pemerintah daerah sebagai perumus regulasi sekiranya menyediakan ruang dan wadah untuk mengelaborasi komponen-komponen sumber daya yang ada pada tenaga aparatur daerah, sebagai bentuk peningkatan produktifitas kerja.
Toraja Masero Development Goals adalah seperangkat tujuan pembangunan Kab. Tana Toraja yang termuat dalam visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Tana Toraja. Visi misi ini dirancang dengan menggandeng tagline Toraja Masero sebagai pendekatan yang humanis dan membentuk berbagai daya saing di dalamnya. Untuk memaksimalkan tujuan akhirnya tentu butuh kesadaran kolektif melalui praktik inisiatif.
Baca juga: Jejak Pelaut Makassar di Australia Utara: Menyusuri Kembali Sejarah yang Terlupakan
Bagaimana praktik inisiatif itu dijalankan dan menjadi sebuah budaya kerja?
Produktifitas aparatur daerah dipengaruhi oleh managemen politik dan tata kelola (operating system), desain sistim dan insentif (engine room), landasan budaya dan kerangka mental (cultural bedrock). Fundamental managemen politik dan tata kelola adalah legitimasi; dari mana kekuasaan itu berasal? Pertanyaan bersifat refleksi ini meyakini bahwa keputusan untuk menempatkan seorang leader pada jabatan tertentu dipengaruhi oleh kompetensi yang melekat pada dirinya sebagai profesional engine. Yang kedua, bagaimana kekuasaan itu dijalankan? merefleksikan adanya transparansi, akuntabilitas, dan prinsip-prinsip clean government dijalankan dengan baik dan prosesnya terukur. Ketiga, apa hasil dari kekuasaan? Pertanyaan ini mengukur sampai sejauh mana efektifitas dan efisiensi dari sebuah pelayanan berdampak bagi kepentingan publik, serta pengaruhnya pada rekan sejawat karena legitimasi melahirkan kepercayaan yang kokoh.
Inisiatif membutuhkan suplay melalui desain sistim dan insentif. Para manejer pada sebuah pemerintahan perlu diperkuat dengan wawasan mengenai prinsip keadilan procedural dan bagaimana sesungguhnya transparansi diberlakukan dengan menetapkan kriteria yang jelas dan konsisten. Kinerja perlu dihargai dengan reward dan usulan jenjang karir, sedangkan aparatur yang berkinerja rendah dichalenge dengan pendekatan goal setting, bukan dengan proses pendisiplinan yang rumit dan perintah yang disertai tekanan psikologis.
Tanpa landasan budaya dan kerangka mental, inisiatif hanya akan menjadi kanvas dalam budaya kerja. Mari berkiblat sejenak ke Estonia, sebuah negara yang dijuluki digital society, di mana semua layanan publiknya dikelola secara digital dan selesai dalam hitungan menit. Estonia mengembangkan budaya kerja kolaboratif dan mental inovatif.
Para manejer yang baik akan selalu mengembangkan budaya zero mindset (pikiran yang selalu bertanya mengapa dan bagaimana – bibit inisiatif) bukan mempertahankan kebiasaan fixed mindset (Kalau begitu aturannya ya sudahlah). Mengapa budaya dan mental adalah ruh lahirnya inisiatif? Karena budaya yang berisi sistim nilai ini ikut menentukan unwritten rules (potensi diri yang belum tergali) dan lens (perspektif) untuk memandang dunia.
Sebagai remedial blank beberapa kasus di bawah ini adalah lingkaran setan yang mengintoleransikan inisiatif dari kesadaran kolektif seseorang:
- Seorang kepala dinas mengambil kebijakan menyederhanakan birokrasi investasi sebuah perusahaan swasta yang akan masuk di daerah tersebut, namun yang dilakukannya mendapatkan tuduhan melanggar kebijakan Bupati atau malladministrasi. Yang dilakukan kepala dinas ini adalah sebuah inovasi, namun rule of law (sistim hukum) lebih menghukum pelanggaran prosedur dibanding niat baik (kasus legitimasi proses).
- Seorang ASN dengan jabatan non eselon melakukan banyak inovasi untuk penyelesaian manajemen tata kelola UMKM berbasis digital dan seharusnya mendapatkan promosi jabatan, namun yang dipromosikan justru staf yang memiliki kedekatan dengan pejabat tertentu karena pernah menjadi tim sukses. Sistim Penilaian Kinerja (SKP) rupanya hanya menjadi formalitas, sedangkan promosi dilakukan dalam ruang gelap (kasus legitimasi input).
- Seorang kepala seksi di sebuah instansi BNPB diperhadapkan pada pilihan: harus memangkas anggaran pada pos lain atau mengajukan anggaran melalui proses revisi DIPA yang memakan waktu setahun, sementara anggaran tersebut sangat dibutuhkan untuk pembuatan Warning System berbasis IOT untuk deteksi dini ancaman angin puting beliung. Inisiatifnya mati karena tidak didukung oleh sumber daya yang mampu memutuskan sebuah kebijakan dalam hal penggunaan dana (kasus desain sistim insentif).
- Seorang guru di sebuah desa terpencil membuat pilot projek berupa pemetaan penurunan fungsi otak di sebuah sekolah dan ia mengajukan proposal temuannya kepada salah seorang pejabat di dinas untuk membuat cluster riset di beberapa sekolah dalam cakupan yang lebih luas di wilayah yang sama, namun pejabat tempatnya bertanya mengatakan harus melapor dulu kepada Bupati dan menegur guru itu agar jangan cari masalah apalagi sok tahu. Mental guru itu langsung layu sebelum berkembang karena inisiatif dianggap sebagai ancaman terhadap hirarki (kasus landasan budaya – mindset birokrasi).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/opini-sumartoyo-2112025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.