RUU Kesehatan Resmi Disahkan DPR RI Jadi Undang-undang, Ini Pasal-pasal yang Kontroversial
Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr Mohammad Syahril, RUU tersebut merumuskan usulan penambahan perlindungan hukum bagi para nakes.
Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pada Rapat Paripurna ke-29 pada masa persidangan V tahun 2022-2023 menjadi undang-undang pada Selasa (11/7/2023).
Adapun, rapat paripurna itu dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pimpinan sudah menggelar rapat pimpinan (Rapim) serta dilanjutkan dengan rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR terkait pengesahan RUU Kesehatan pada minggu lalu.
"Jadi untuk RUU kesehatan memang Minggu lalu sudah di-rapim dan di-bamuskan akan dipertimbangkan untuk dibawa ke paripurna terdekat, nah paripurna terdekatnya ini nanti akan ditentukan tanggalnya," kata dia.
Lantas seperti apa isi RUU Kesehatan yang menuai pro dan kontra?
Penjelasan Kemenkes
Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr Mohammad Syahril, RUU tersebut merumuskan usulan penambahan perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan.
“Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” katanya, dikutip dari situs web Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Baca juga: Meski Tuai Polemik, RUU Kesehatan Resmi Disahkan DPR RI Jadi Undang-undang
Pasal Baru dalam RUU Kesehatan 2023
Adapun, sejumlah pasal baru dalam perlindungan hukum di RUU kesehatan 2023, yakni:
Pasal 322 ayat 4
Pasal ini memuat tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang mengatur tenaga kesehatan yang sudah melakukan sanksi disiplin yang dijatuhkan memiliki dugaan tindak pidana, aparat hukum harus mengutamakan penyelesaian perselisihan menggunakan mekanisme keadilan restoratif.
Baca juga: Dokter dan Nakes Gelar Demonstrasi di Gedung DPR RI Hari Ini, Tolak Pengesahan RUU Kesehatan
208 E ayat 1 huruf a
Pasal kedua menetapkan, peserta didik yang memberi layanan kesehatan berhak atas perolehan bantuan hukum dalam hal serupa sengketa medik selama masih mengikuti pendidikan.
282 ayat 2
Dalam aturan ini, tenaga kesehatan dan medis bisa menyetop pelayanan kesehatan jika mendapat perlakuan tak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya. Itu termasuk kekerasann, pelecehan, dan perundungan.
Baca juga: IDI Protes Rencana Pengesahan RUU Kesehatan Omnibuslaw, IDI Toraja Tak Ikut Protes, Ini Alasannya
408 ayat 1
Lewat beleid ini, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melakukan upaya penanggulangan KLB dan wabah berhak atas perlindungan keamanan dan hukum, serta jaminan kesehatan.
448 B
Tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi darurat medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan/kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan, tak dipidana.
Baca juga: RUU Kesehatan Disebut Samakan Tembakau dengan Narkotika, Pihak Kemenkes Beri Penjelasan
Pasal yang Kontroversial
Bagaimana dengan pasal-pasal yang dipermasalahkan oleh para tenaga kesehatan dan medis? Berikut beberapa di antaranya, dilansir dari situs web IDI:
Pasal 314 ayat (2)
Pasal ini menyebut, tiap jenis tenaga kesehatan hanya bisa membentuk satu organisasi profesi.
Padahal, di Pasal 193 disebutkan ada 10 jenis tenaga kesehatan yang juga dikelompokkan menjadi 48 kelompok.
Pasal 235
Menyebutkan standar kompetensi dan pendidikan kesehatan disusun oleh menteri, walaupun masih ada keterlibatan kolegium.
Baca juga: Dokter dan Nakes Ancam Mogok Nasional, Protes RUU Omnibus Kesehatan
Pasal 462 ayat (1)
Pasal ini menyebut, setiap tenaga medis atau kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan pasien luka berat, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun.
Yang dimasalahkan, tak ada perincian dari ‘kelalaian’ dalam pasal itu.
Pasal 154 ayat (3)
Menyebut narkotika, psikotropika, minuman beralkohol,hasil tembakau, dan hasil pengolahan zat adiktif lain dikelompokkan dalam satu kategori zat adiktif.
(*)
| Media Asing Sebut IKN ‘Kota Hantu’, DPR Minta Otorita Rutin Lapor Progres Pembangunan |
|
|---|
| Uya Kuya Akui Dua Bulan Tak Terima Gaji dan Tunjangan usai Dinonaktifkan dari DPR RI |
|
|---|
| BPJS Kesehatan Buka Lowongan untuk Dokter, Penempatan di Seluruh Indonesia |
|
|---|
| Dewan Pers Dorong Penguatan Perlindungan Karya Jurnalistik Dimasukkan dalam RUU Hak Cipta |
|
|---|
| DPR RI Sahkan APBN 2026, Belanja Negara Capai Rp3.842,7 Triliun |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/demo-dokter-dan-nakes-di-dpr-ri-1172023.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.