Ramadan 1445 Hijriyah

Jejak Sejarah Dakwah Muhammadiyah di Tana Toraja

Saat itu, masyarakat Tana Toraja sudah menganut agama Kristen, selain kepercayaan Aluk Todolo.

Editor: Imam Wahyudi
net
Logo Muhammadiyah 

Karena itu, sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah Toraja tidak hanya berdakwah lisan.

Mereka mengaku tidak hanya menyampaikan, apalagi sekadar melarang-larang.

“Tapi, kami harus bil khair, karena kita berada di daerah minoritas. Kita harus menampilkan Islam itu dengan menarik, bukan menakut-nakuti. Saya sepakat dengan Pak Haedar Nashir, ber-Islam itu harus istikamah, tapi lapang, mengedepankan kasih sayang, persaudaraan, kebersamaan,” kata dia.

Karena itulah, pihaknya mengedepankan prinsip tadayyun. Ia menjelaskan, tadayyun adalah kesadaran atas perbedaan yang ada.

“Dakwah di Tana Toraja, banyak orang yang mengatakan, besar tantangannya, tapi sesungguhnya, orang Toraja itu welcome saja dengan kita,” kata Zainal.

Ia mengungkapkan, orang Toraja sesungguhnya bersikap terbuka atas paham apa pun yang datang.

“Hanya saja, mereka tentu kuat dengan keyakinan mereka. Meskipun banyak juga orang Toraja yang tertarik untuk masuk Islam,” kata dia.

Ia menambahkan, masyarakat Toraja mengenal konsep Tongkonan. Kiai Zainal menjelaskan, Tongkonan merupakan lembaga adat Toraja yang melekatkan tradisi-tradisi masyarakat.

Tongkonan juga dijadikan sebagai wadah mediasi jika terjadi benturan-benturan di tengah masyarakat Toraja.

“Tongkonan ini sudah ada sebelum agama ada, diwariskan hingga kini. Dalam tongkonan itu, orang Toraja menyilakan beragama apa pun, tapi, dalam keluarga, semua harus tetap menyatu,” kata Zainal.

Bahkan, ia mengaku, dirinya biasa berceramah dalam Tongkonan, karena di dalam keluarga tersebut ada beragama Islam.

Ia mengaku seringkali berceramah takziah dan diikuti oleh mayoritas non-Islam.

“Mereka diam menyimak, mendengarkan. Tapi, apakah mereka tertarik masuk Islam? Setidaknya mereka jadi tahu bagaimana sebenarnya itu Islam. Ini strategi dakwah juga,” ujar Kiai Zainal.

Meski demikian umat Islam di Toraja tetap tidak mencampur-adukkan agama (tasabuh).

“Ketika mereka Natalan, orang Islam juga diundang, hadir juga, tapi kalau ibadah, tidak ikut. Bahkan, ketika kita bangun masjid, ada panitianya yang Kristen. Mereka bantu pasir, semen,” ungkap Zainal.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved