Penganiayaan

Pakar Sebut LHKPN Curigai Rafael Alun Trisambodo Sejak 2012, Kemungkinan Ada Pembiaran

Dalam kasus Rafael, Yenti menyatakan tidak sepakat dengan KPK yang memilih melakukan klarifikasi lebih dulu sebelum menduga terdapat indikasi...

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Tribunnews Wiki
Mario Dandy Satriyo dan sang ayah, Rafael Alun Trisambodo (Twitter via Tribun Sumsel). 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA - Kejanggalan transaksi dari rekening pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo yang ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2012 dan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi tidak ditindaklanjuti menuai pertanyaan.

Menurut pakar tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, justru dari transaksi mencurigakan dari rekening Rafael yang terdeteksi PPATK dan dilaporkan ke KPK itu bisa menjadi pintu masuk penyelidikan tentang dugaan pelanggaran hukum.

"Antara KPK dan PPATK kan sudah ada informasi sejak 2012 sudah dicurigai. Berarti ada pembiaran dong? Kok sudah tahu mencurigakan tidak ditindaklanjuti?" kata Yenti, dikutip dari Kompas.com, Minggu (26/2/2023).

 

 

"Pandangan KPK terhadap LHKPN sepenting apa dalam hal pencegahan? Kalau penting itu bagaimana pentingnya?" lanjut Yenti.

Yenti mengatakan, laporan LHKPN dilakukan secara berkala atau periodik saat sang pejabat mulai menjabat hingga menyelesaikan masa jabatannya. Dalam rentang waktu itu, dari LHKPN sang pejabat bisa terlihat perubahan harta kekayaannya sejak menjabat hingga menyelesaikan masa jabatannya.

Jika terdapat lonjakan nilai harta yang luar biasa, maka seharusnya KPK patut mempertanyakannya.

 

Baca juga: Harta Kekayaan Rafael Alun Trisambodo Lebihi Atasannya, Dari Mana Asalnya?

 

Dalam kasus Rafael, Yenti menyatakan tidak sepakat dengan KPK yang memilih melakukan klarifikasi lebih dulu sebelum menduga terdapat indikasi tindak pidana di dalam harta pejabat DJP itu.

Sebab menurut Yenti, salah satu ciri-ciri dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan seorang aparatur sipil negara adalah jumlah hartanya melonjak tidak sebanding dengan profil pendapatan dalam jabatan dan golongan atau pangkatnya.

"PPATK kan sudah menyampaikan. Ini sekarang sudah ada di KPK. KPK bilang pelan-pelan. KPK bilang jauh dari TPPU. Aduh itu dekat sekali dengan TPPU. Pertama itu nilainya tinggi banget. Kedua transaksi mencurigakan itu polanya TPPU," ucap Yenti.

 

Baca juga: Kisah Mualaf Jonathan Latumahina, Ayah David Korban Penganiayaan Mario Dandy

 

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved