Dua Profesor Unhas Dukung Soeharto Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
Meski diwarnai berbagai kontroversi, ia menyebut Soeharto tetap layak menerima penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
TRIBUNTORAJA.COM - Dua guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) mendukung rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Keduanya adalah Prof. Dr. Marsuki, DEA dan Prof. Armin Arsyad.
Menurut mereka, Soeharto memiliki jasa besar terhadap pembangunan dan kedaulatan ekonomi Indonesia selama memimpin negara lebih dari tiga dekade atau 32 tahun.
Prof Marsuki menilai, rekam jejak Soeharto dalam membangun bangsa tidak bisa diabaikan.
Meski diwarnai berbagai kontroversi, ia menyebut Soeharto tetap layak menerima penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
“Selama lebih dari 30 tahun memimpin, dengan berbagai pembangunan yang dilakukan, beliau sangat layak mendapatkan gelar pahlawan nasional,” ujar Prof Marsuki, Rabu (5/11/2025).
Ia juga menyinggung bagaimana Soeharto akhirnya mengundurkan diri secara sukarela di tengah tekanan publik pada 1998.
“Saat itu ada aspirasi agar beliau mundur, dan beliau mengumumkannya sendiri di depan publik,” tambahnya.
Menurut Marsuki, masa pemerintahan Soeharto ditandai dengan stabilitas ekonomi nasional, inflasi yang terkendali, serta pertumbuhan ekonomi yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan performa terbaik di Asia Tenggara.
“Ekonomi Indonesia saat itu ditakuti, dan dikenal sebagai ‘macan Asia’. Jasa beliau tidak bisa dinafikan. Dengan banyaknya pengusulan dari berbagai pihak, saya pikir beliau pantas mendapat gelar itu,” tegasnya.
Senada dengan Marsuki, Prof Armin Arsyad juga menilai Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa, baik pada masa perjuangan kemerdekaan maupun masa pembangunan.
“Sejak zaman penjajahan, revolusi, hingga masa pembangunan, Soeharto banyak berjasa untuk negeri ini. Layak mendapat gelar pahlawan nasional,” ujarnya.
Prof Armin juga menyoroti peran Soeharto saat masa revolusi kemerdekaan.
Ketika Belanda mengumumkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah bubar, Soeharto berani tampil di radio dan menyampaikan pernyataan yang membuat dunia internasional menyoroti agresi Belanda ke Indonesia.
“Saat itu, pernyataan Soeharto membuat Eropa tidak percaya pada propaganda Belanda. Dunia internasional justru mengutuk agresi militer Belanda,” jelasnya.
Armin menambahkan, meski masa pemerintahan Soeharto tidak lepas dari kekurangan, jasa dan pengorbanannya bagi negara patut dihargai.
“Kalau ada kesalahan, saya pikir itu bisa dimaafkan dengan melihat banyaknya kebaikan dan jasanya untuk bangsa,” tutupnya.
Profil Soeharto
Soeharto lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada 8 Juni 1921.
Soeharto merupakan putra dari Kertosudiro, seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa.
Kemudian, ibunya bernama Sukirah.
Soeharto mulai masuk sekolah ketika berusia delapan tahun.
Ia sering pindah-pindah sekolah.
Awalnya, Soeharto disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean.
Kemudian, dipindahkan ke SD Pedes karena sang ibu dan suaminya, Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul.
Pada tahun 1942, Soeharto berhasil menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah.
Hingga akhirnya, resmi menjadi anggota TNI pada tanggal 5 Oktober 1945.
Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah.
Siti Hartinah merupakan seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Pernikahan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilaksanakan tanggal 26 Desember 1947 di Solo.
Saat itu, usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun.
Setelah menikah, mereka dikaruniai enam putra dan putri.
Anak Soeharto:
- Siti Hardiyanti Hastuti
- Sigit Harjojudanto
- Bambang Trihatmodjo
- Siti Hediati Herijadi
- Hutomo Mandala Putra
- Siti Hutami Endang Adiningsih
Perjalanan Karier
Soeharto telah mengalami perjalanan panjang dalam karier militer dan politiknya.
Di kemiliteran, Pak Harto memulai kariernya dari pangkat sersan tentara KNIL.
Kemudian, komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, Soeharto berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda.
Soeharto juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman.
Selain itu, pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Hingga pada tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat saat meletusnya G-30-S/PKI.
Selain dikukuhkan sebagai Panglima Angkatan Darat (Pangad), Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno.
Kemudian, bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno.
Ia bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, maka pada saat Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai Pejabat Presiden.
Ia dikukuhkan sebagai Presiden RI Kedua, Maret 1968.
Semasa kepemimpinannya, Soeharto dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional oleh MPR.(faqih)
| Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Apa Sih Hebatnya? |
|
|---|
| Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Sejarahwan UGM Ingatkan Bahaya Otoritarianisme |
|
|---|
| Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Fadli Zon: Sudah Sesuai Prosedur |
|
|---|
| Kemensos Usulkan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Gus Ipul: Sudah Penuhi Syarat Dewan Gelar |
|
|---|
| Politisi PDIP Tolak Mantan Mertua Presiden Prabowo Jadi Pahlawan Nasional |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/presiden-ke-2-ri-hm-soeharto-27102025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.