Pedagang Cakar di Makassar Tolak Larangan Impor Pakaian Bekas dalam Karung

Ia berharap, sebelum kebijakan diberlakukan, pemerintah menyiapkan solusi nyata bagi pedagang kecil seperti dirinya.

Editor: Imam Wahyudi
tribun timur
PAKAIAN BEKAS - Ilustrasi Pedagang Cakar. Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa akan melarang impor pakaian bekas dalam karung (balpres). 

TRIBUNTORAJA.COM - Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa yang akan melarang impor pakaian bekas dalam karung (balpres) menuai reaksi dari para pedagang cakar (thrifting) di Makassar. 

Mereka menilai, bukan pakaian bekas impor yang merusak industri tekstil nasional, melainkan banjirnya pakaian baru impor asal China.

Salah satu pedagang cakar di Pasar Toddopuli, Kecamatan Panakkukang, Hj Hartati (60), mengaku kebijakan tersebut berpotensi mematikan mata pencaharian banyak keluarga kecil yang menggantungkan hidup dari usaha thrifting.

“Kami dirugikan kalau dilarang. Dari dulu kami cuma jual cakar ini. Pemerintah tidak pernah bantu modal, ini semua hasil kerja sendiri untuk makan,” ujarnya, Senin (27/10/2025).

Hartati sudah berjualan pakaian bekas lebih dari dua dekade.

Dalam sebulan, ia biasa membeli beberapa bal pakaian bekas dari suplier lokal.

“Kalau jaket bisa 200-an lembar satu bal, kalau kaos sampai 300-an. Harganya sekitar Rp5-8 juta tergantung kualitas,” jelasnya.

Ia berharap, sebelum kebijakan diberlakukan, pemerintah menyiapkan solusi nyata bagi pedagang kecil seperti dirinya.

“Jangan hanya larang, kasih juga jalan keluar. Kami ini rakyat kecil, tidak punya pilihan lain,” harap Hartati.

Nada serupa disampaikan Iwan (44), pedagang thrifting lain di Pasar Toddopuli.

Ia mengaku siap mengikuti aturan pemerintah, namun meminta kebijakan itu dibarengi dengan solusi yang adil bagi pedagang yang telah lama berjualan.

“Kalau memang dilarang, kami ikut. Tapi pemerintah juga harus pikirkan kami yang sudah puluhan tahun berdagang. Saya sudah cicil ruko tujuh tahun, tinggal tiga tahun lagi lunas. Kalau ditutup, kami mau bayar pakai apa?” katanya.

Menurut Iwan, alasan pemerintah yang menyebut impor pakaian bekas merusak industri garmen nasional tidak sepenuhnya tepat.

Ia menilai, produk tekstil lokal justru tergencet oleh membanjirnya pakaian baru murah asal China.

“Yang bikin garmen lokal mati itu bukan cakar, tapi baju baru impor dari China. Itu yang jelas-jelas banyak masuk ke pasar,” tegasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved