Rusak Batu Sakral, Warga Sangalla Toraja Dijatuhi Sanksi Adat: Kurban Ayam, Babi dan Kerbau
Sidang tersebut dihadiri keturunan bangsawan Sanggalla, Puang Sanggalla, para parengge, pemangku adat, serta masyarakat adat.
Penulis: Anastasya Saidong Ridwan | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUNTORAJA.COM, MAKALE - Seorang warga di Kecamatan Sanggalla dijatuhi sanksi adat setelah terbukti merusak pohon cendana dan situs batu yang merupakan simbol sakral Tongkonan Bone, Lembang (Desa) Rante La’bi’ Rambisa, Kecamatan Sangalla, Tana Toraja, Kamis (20/11/2025).
Sanksi adat itu dilaksanakan sebagai bentuk pemulihan atas pelanggaran yang dianggap mencederai nilai budaya dan spiritual masyarakat Toraja.
Ketua Lembaga Adat Sanggalla, Pong Barumbun, menuturkan bahwa pengrusakan terjadi dua bulan lalu.
Pohon cendana yang dikuliti dan situs batu yang dirusak bukan sekadar benda fisik, melainkan bagian dari warisan leluhur yang menyimpan nilai identitas dan kesakralan tongkonan.
“Perbuatan ini melanggar tiga unsur adat Toraja: Siri’ (moral), Sipa’ (etika), dan Sumanga’ (spiritual). Itu sebabnya dipandang sebagai pelanggaran berat,” ujar Pong Barumbun di hadapan wartawan yang mengelilinginya di depan meja bertaplak kain kuning sebelum ritual dilangsungkan.
Sebelum menjatuhkan sanksi, lembaga adat menggelar sidang adat seminggu sebelumnya di lokasi kejadian.
Sidang tersebut dihadiri keturunan bangsawan Sanggalla, Puang Sanggalla, para parengge, pemangku adat, serta masyarakat adat.
Hasil sidang menetapkan bahwa pelanggaran tersebut wajib ditebus melalui ritual rambu langi’, mekanisme sanksi adat untuk tindakan yang mengganggu tatanan harmoni antara manusia, alam, dan leluhur.
Prosesi rambu langi’ melibatkan tiga jenis hewan kurban seperti babi, ayam jago, dan kerbau, serta perlengkapan adat seperti daun sirih dan kapur yang menjadi simbol pemulihan dan persaudaraan.
Ritual ini disebut sebagai Allo Pengkalossoran atau hari pertobatan, di mana seluruh tahapan diarahkan untuk memulihkan kembali nama tongkonan dan hubungan spiritual yang dianggap ternoda akibat pengrusakan.
Pantauan Tribun Toraja, suasana ritual berlangsung khidmat.
Di halaman tongkonan tampak tumpukan kayu untuk menyalakan api unggun, sementara seekor anak kerbau diikat di bawah pohon Cendana akan ditanam usai pelaksanaan ritual.
Warga duduk rapi di atas deretan lumpung, dan para tokoh adat mengenakan busana tenun putih sebagai simbol kesucian.
Dalam prosesi rambu langi’, babi dan ayam dimasukkan ke dalam api unggun hingga hangus, sedangkan kerbau disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga yang hadir, kecuali keluarga tongkonan pelaksana ritual.
Pelaku pengrusakan telah menyampaikan permohonan maaf dan diterima secara adat.
Namun, permohonan maaf harus diikuti pelaksanaan ritual hingga tuntas.
Dalam keyakinan lokal, darah hewan kurban yang menyatu dengan tanah menjadi saksi spiritual.
“Jika maaf tidak disampaikan atau ritual tidak dijalankan, maka alam bisa memberikan konsekuensinya sendiri,” kata Pong Barumbun.
Sanksi adat ini berlangsung karena adanya musyawarah bersama selama satu minggu.
Asap api unggun yang terlihat tegak lurus diyakini sebagai pertanda bahwa leluhur menerima prosesi tersebut.
“Ini menunjukkan bahwa sanksi adat Toraja masih hidup, dihormati, dan tetap menjadi jalan utama menyelesaikan pelanggaran yang menyentuh ranah sakral,” tutur Pong Barumbun.
Tokoh adat itu menuturkan bahwa, ritual rambu langi’ menjadi penegasan bahwa bagi masyarakat Toraja, merusak simbol adat seperti pohon cendana dan batu bukan hanya pelanggaran fisik, tetapi tindakan yang berdampak pada moral, spiritual, dan keharmonisan adat secara menyeluruh.
Setelah ritual dilakukan, pohon Cendana di tanam kembali untuk perbaharuan disamping pohon Cendana yang telah mati dan mengering.
Selanjutnya, pohon dengan ranting kering tersebut ditebang, lalu pohon cendana yang baru ditanam kembali.
Setelah itu, pohon baru tersebut diolesi darah dari tiga hewan kurban yang dipakai dalam ritual.
Masing-masing darah kurban dimasukkan ke dalam potongan bambu pendek, kemudian digantung di tengah batang pohon tersebut.
Adapun batu sakral ditanam kembali bersamaan dengan satu pohon tabang, yang ditempatkan di sisi pohon cendana.(*)
| DKUKMPP Tana Toraja Tertibkan Pedagang di Pasar Sangalla, Diminta Tak Gunakan Badan Jalan |
|
|---|
| Puting Beliung Terjang Sangalla Utara Tana Toraja, Warga Kewalahan Bersihkan Bangunan Ambruk |
|
|---|
| Angin Puting Beliung Terjang Sangalla Utara, Pohon Tumbang Tutupi Jalan Poros |
|
|---|
| 14 Alang Ambruk dan 2 Rumah Rusak Diterjang Angin Puting Beliung di Sangalla Utara |
|
|---|
| BREAKING NEWS: Puting Beliung Terjang Sangalla Utara, Alang dan Rumah Warga Roboh |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/sangall23.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.