Dinilai Bertentangan dengan Komitmen HAM Internasional, Ini Poin Bermasalah dalam RUU TNI

Rancangan revisi UU TNI melanggar prinsip-prinsip yang telah direkomendasikan dalam berbagai forum internasional, seperti Komite Hak Sipil dan...

|
Editor: Donny Yosua
Kompas.com/Singgih Wiryono
RUU TNI - 3 Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan saat mencoba masuk ruang rapat Panja Revisi UU TNI DPR-RI dan Kemenhan di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). 

4. Lemah dalam Pencegahan Penyiksaan

Tidak adanya mekanisme yang jelas untuk mencegah praktik penyiksaan dalam operasi militer menunjukkan ketidakpatuhan terhadap Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT), yang mewajibkan Indonesia memastikan perlindungan terhadap korban penyiksaan.

5. Berpotensi Menghambat Ratifikasi Statuta Roma ICC

Revisi UU TNI dinilai memperkuat impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat, bertentangan dengan janji Indonesia dalam UPR 2017 untuk segera meratifikasi Statuta Roma ICC.

6. Berisiko Mengembalikan Pola Orde Baru

Beberapa pasal dalam revisi UU TNI mengatur peran militer dalam program seperti TNI Manunggal Membangun Desa dan operasi keamanan domestik.

Hal ini dianggap menghidupkan kembali dwifungsi TNI, yang selama Orde Baru menjadi alat represif terhadap masyarakat sipil.

Padahal, UU No. 34/2004 telah membatasi peran TNI hanya dalam urusan pertahanan eksternal.

Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa dwifungsi TNI menjadi akar dari berbagai pelanggaran HAM, korupsi, serta dominasi militer dalam politik sipil.

 

Baca juga: Koalisi Aktivis Sipil Protes Rapat RUU TNI di Hotel Mewah, Soroti Transparansi dan Dwifungsi TNI

 

Ancaman bagi Demokrasi

Jika revisi ini tetap disahkan tanpa perbaikan, Indonesia berpotensi mengalami kemunduran dalam reformasi militer dan demokrasi.

Selain itu, posisi Indonesia dalam forum HAM internasional juga terancam, termasuk kemungkinan mendapat tekanan diplomatik dari komunitas global.

Dengan banyaknya kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil, revisi UU TNI masih menjadi perdebatan yang perlu dikaji ulang agar tidak mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan hak asasi manusia.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved