Guru Lecehkan Murid di Toraja

Kasus Dugaan Pelecehan Anak di Tana Toraja, Pengacara: Polres Jangan Permalukan Institusi Polri

Mangatta mengkritisi keputusan penyidik Polres Tana Toraja yang dinilai lamban.

Penulis: Freedy Samuel Tuerah | Editor: Donny Yosua
Annas Furqon Hakim/TribunJakarta.com
Kuasa hukum keluarga korban, Mangatta Toding Allo. 

TRIBUNMAKALE.COM, MAKALE - Dugaan kasus pelecehan seksual terhadap anak berinisial DAMP (10) di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, yang diduga melibatkan seorang guru dan wali kelas korban berinisial DA, kini memasuki tahap baru.

Tim kuasa hukum korban menggelar konferensi pers secara daring pada Kamis (26/9/2024), yang berlangsung dari sore hingga malam hari. 

Kuasa hukum korban, Mangatta Toding Allo, meminta agar penyidik dari Polres Tana Toraja menjalankan tugasnya dengan profesional dan tidak berhenti pada tahap awal penyelidikan. 

 

 

"Penyidik harus bekerja sesuai dengan tugas pokoknya. Kami berharap kasus ini ditegakkan seadil-adilnya," ujar Mangatta.

Ia juga menekankan pentingnya peran polisi dalam menyelesaikan kasus ini secara tuntas. 

"Kami mengapresiasi langkah-langkah awal yang diambil oleh kepolisian, tetapi proses hukum tidak boleh berhenti di sini. Keluarga korban telah memberikan kesaksian sebagai saksi de auditu, sesuai dengan konsep saksi yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang seharusnya memperkuat bukti yang ada," tambahnya.

 

Baca juga: Polisi Sebut Kasus Guru SD Lecehkan Murid di Tana Toraja Kurang Bukti, Pengacara: Tak Masuk Akal

 

Lebih lanjut, Mangatta mengkritisi keputusan penyidik Polres Tana Toraja yang dinilai lamban.

"Hal ini hanya butuh satu keterangan korban ditambah pemeriksaan psikologis klinis atau forensik. Kami bahkan siap menyiapkan ahli pidana anak dari UGM dengan biaya kami sendiri jika Polres Tana Toraja tidak bisa menyediakan ahli," ujarnya. 

"Kami bingung jika kasus ini tidak bisa naik ke penyidikan. Tidak masuk akal penyelidikannya tidak dilanjutkan," tambah Mangatta.

 

Baca juga: Kasus Pencabulan Siswi SD di Tana Toraja, Polisi: Tidak Ada CCTV

 

Sementara itu, Romario Palayukan selaku kuasa hukum korban juga menyayangkan keputusan yang terlalu cepat dari pihak kepolisian untuk tidak melanjutkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.

"Kami akan memantau proses ini agar berjalan baik. Sangat disayangkan jika di tingkat polres sudah disimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana, jangan permalukan institusi Polri" ujarnya.

Saksi de auditu, menurut penjelasan di HukumOnline.com, adalah kesaksian tidak langsung, yaitu kesaksian dari orang yang tidak menyaksikan, mendengar, atau mengalami sendiri peristiwa yang disengketakan.

 

Baca juga: Ibu di Tana Toraja Tempuh Jalur Viral Usai Anaknya Dicabuli Guru SD: Saya Lapor Polisi Disuruh Sabar

 

Dalam hukum Indonesia, kesaksian de auditu tidak dianggap sebagai alat bukti utama, baik dalam perkara perdata maupun pidana.

Namun, kesaksian tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti persangkaan dalam perdata dan alat bukti petunjuk dalam pidana.

Hakim yang menilai kesaksian de auditu perlu memperhatikan beberapa faktor, antara lain:

  • Kesesuaian keterangan saksi satu dengan yang lain.
  • Kesesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lainnya.
  • Motif saksi dalam memberikan keterangan.

Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved