Jamaah Islamiyah Bubar

Perjalanan Jamaah Islamiyah, dari Abdullah Singkar Hingga Abu Bakar Baasyir, Kini Sudah Bubar

Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir mulai dikenal saat mendirikan Pondok Pesantren Al Mukmin di Ngruki, Cemani, Sukoharjo.

Editor: Apriani Landa
Tribun Solo
Pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki, Abu Bakar Baasyir, ketika akan mengikuti upacara bendera di ponpesnya, Rabu (17/8/2022). Abu Bayar Baasyir pendiri Jamaah Islamiyah. 

Pernyataan infishol itu secara formal mengakhiri hubungan dengan NII Jawa Barat, dan menjadi titik awal Jemaah Islamiyah.

Namun sebelum Jamaah Islamiyah eksis, mengerucut sebagai organisasi dengan struktur yang lengkap, kelompok Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir telah membangun jaringan dengan kelompok mujahidin di Afghanistan.

Karena itu secara bergelombang, Abdullah Sungkar memberangkatkan murid-muridnya warga Indonesia dan ada juga warga Malaysia, berguru ke Pakistan dan Afghanistan.

Sebagian alumni-alumni Afghanistan, murid-murid Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir dan jaringan murid serta alumni Luqmanul Hakim Johor Bahru inilah yang kemudian pada waktunya terlibat aksi-aksi peledakan bom dan kekerasan bersenjata di Indonesia.

Jamaah Islamiyah di bawah Abdullah Sungkar saat itu telah menjelma menjadi gerakan yang membangkitkan kegairahan luar biasa, dan berjuang untuk tegaknya hukum Islam secara lebih luas tak hanya di Indonesia.

Mereka mengirimkan orang-orangnya ke Mindanao-Filipina, dan Patani-Thailand. Sehingga wilayah operasi Jamaah Islamiyah terbentang cukup luas terbagi dalam sejumlah wilayah kerja atau mantiqiyah.

Reformasi 1998, tumbangnya rezim Soeharto, akhirnya memberi jalan pulang bagi Abdullah Sungkar, Abu Bakar Basyir, dan murid-muridnya di Malaysia dan berbagai tempat.

Kepulangan kedua tokoh ini pada mulanya tidak menimbulkan efek apa-apa. Hingga pada 1999, Abdullah Sungkar meninggal mendadak di Bogor, saat kepulangannya kali kedua dari Malaysia.

Sesudah itu terjadi sejumlah dinamika yang secara drastis akan mengubah situasi sosial politik dan stabilitas keamanan nasional.

Sidang Istimewa MPR 1999 diwarnai pecahnya konflik horisontal dan vertikal di Jakarta. Kerusuhan meledak di Jakarta.

Pamswakarsa yang dibentuk kelompok politik tertentu bentrok dengan mahasiswa dan masyarakat. Pendemo Sidang Istimewa MPR juga direpresi aparat keamanan.

Bentrokan di Jalan Ketapang, Jakarta Pusat pada 21-22 November 1998, merenggut banyak korban jiwa, mayoritas warga asal Maluku.

Konflik politik bergerak menjadi konflik etnis dan bernuansa agama sejak 19 Januari 1999 di Ambon, lalu merembet ke berbagai wilayah.

Inilah titik awal yang nantinya akan meledakkan konflik horizontal yang membakar Maluku, Maluku Utara, lalu Poso.

Jamaah Islamiyah termasuk yang terpanggil ikut terjun ke konfik Ambon dan Maluku. Di tahun yang sama, konflik juga masih mendera Filipina selatan.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved