Jamaah Islamiyah Bubar

Perjalanan Jamaah Islamiyah, dari Abdullah Singkar Hingga Abu Bakar Baasyir, Kini Sudah Bubar

Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir mulai dikenal saat mendirikan Pondok Pesantren Al Mukmin di Ngruki, Cemani, Sukoharjo.

Editor: Apriani Landa
Tribun Solo
Pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki, Abu Bakar Baasyir, ketika akan mengikuti upacara bendera di ponpesnya, Rabu (17/8/2022). Abu Bayar Baasyir pendiri Jamaah Islamiyah. 

TRIBUNTORAJA.COM - Organisasi Al Jamaah Al Islamiyah, yang lebih dikenal sebagai Jamaah Islamiyah atau JI, resmi menyatakan membubarkan diri setelah menggaungkan Deklarasi Sentul, 30 Juni 2024 lalu.

Inilah perjalanan JI yang sempat dipimpin Abu Bakar Baasyir hingga bubar.

Membaca kisah organisasi Al Jamaah Al Islamiyah, yang lebih dikenal sebagai Jamaah Islamiyah atau JI, adalah menelusuri sejarah panjang Indonesia modern yang merupakan warisan dari perang kemerdekaan.

Nama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo sangat terkait dengan kemunculan Jamaah Islamiyah beberapa dekade kemudian.

Ada kesamaan ideologi antara perjuangan JI dan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bahkan, ada yang menganggap Jamaah Islamiyah sebagai kelanjutan dari perjuangan NII DI/TII.

Secara ideologis dan politis, Kartosuwiryo mendirikan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) DI/TII di Garut dan sekitarnya pada 7 Agustus 1949.

Nama Kartosoewirjo tidak dapat dipisahkan dari sejarah murid-murid dan anak didik Haji Oemar Said Tjokroaminoto di Gang Peneleh VII, Kota Surabaya.

Dua nama penting lainnya adalah Soekarno dan Semaoen. Soekarno kemudian menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.

Sementara itu, Semaoen bersama Alimin dan Muso kemudian menjadi tokoh penting dalam Partai Komunis Indonesia.

Akan halnya Kartosoewirjo, kelak sesuai perjuangan yang dipilihnya, memimpin NII DI/TII yang mengangkat senjata melawan pemerintahan Soekarno.

Kartosoewirjo, Soekarno, dan Semaoen pernah tinggal serumah di kediaman Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Sejak muda mereka menyemai pemikiran di guru yang sama.

Di rumah ini pula tokoh-tokoh pendiri Muhammadiyah di kemudian hari, seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur kerap ikut berkumpul.

Akhir tragis terjadi di antara Kartosoewirjo, Soekarno, dan Semaun. Ketiganya bersimpang jalan karena faktor ideologis dan jalan politik yang dipilih.

Ketika gerakan NII DI/TII dipukul pasukan TNI dan Kartosoewirjo ditangkap, Presiden Soekarno dengan berat hati meneken pelaksanaan eksekusi mati Kartosoewirjo di sebuah pulau di Teluk Jakarta.

Kematian SM Kartosoewirjo meredakan perlawanan NII DI/TII, yang selama beberapa tahun telah menghanguskan sebagian wilayah Priangan Timur.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved