Tenaga Honorer
November 2023 Nanti, Sebanyak 2,3 Juta Tenaga Honorer Akan Dihapus, Ini Solusi dari Pemerintah
Jalan tengah tersebut, kata Anas, adalah penyelesaian yang tidak berakibat pada terjadinya pemberhentian massal atas jutaan tenaga honorer tersebut.
TRIBUNTORAJA.COM - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemanPAN-RB) akan menyelesaikan masalah 2,3 juta tenaga honorer di pemerintahan, khususnya di daerah. November 2023 nanti, tenaga honorer ini dipastikan akan dihapus.
Solusi yang diberikan oleh KemenPAN-RB adalah, tidak ada pemecatan atau pemberhentian massal terhadap para tenaga honorer ini. Meski demikian, pemerintah juga tidak ingin terjadi pembengkakan anggaran dengan adanya tenaga honorer ini.
Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa solusi bagi 2,3 juta tenaga honorer tersebut akan dituangkan di Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
“Kita carikan solusi permanen dalam Undang-Undang ASN. Memang ada arahan dari Bapak Presiden supaya ini dicari jalan tengah,” ujar Anas usai berziarah Makam Bung Karno di Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar, Senin (17/7/2023) malam.
Jalan tengah tersebut, kata Anas, adalah penyelesaian yang tidak berakibat pada terjadinya pemberhentian massal atas jutaan tenaga honorer tersebut.
Pada saat yang sama, solusi itu juga tidak boleh membuat pembengkakan pada anggaran pemerintah.
Pembengkakan anggaran yang dimaksud, ujarnya, terjadi jika semua tenaga honorer harus ditetapkan sebagai ASN secara langsung.
“Kita sedang memberesi Undang-undang ASN. Mudah-mudahan Agustus ini sudah selesai sehingga bisa menjadi exit bagi penyelesaian 2,3 juta tenaga honorer,” tegasnya.
Meski enggan menyebutkan secara rinci opsi-opsi penyelesaian bagi tenaga honorer, Anas mengindikasikan opsi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK) paruh waktu pada UU ASN bagi tenaga penyapu jalan dan tempat-tempat publik lainnya.
“Kan nyapunya pagi sama sore, masa harus di kantor dari pagi sampai sore. Kan cukup pagi sama sore saja ke kantor, misalnya. Gajinya tetap. Iya kan. Kalau pagi sampai sore kan misalnya Rp 600.000 (per bulan) kan tidak cukup. Tapi kalau cuma pagi dan sore, dia kan bisa cari tambahan di tempat lain,” terangnya.
Anas juga mengindikasikan opsi lain berupa pemberian prioritas untuk diangkat sebagai ASN pada pegawai honorer guru yang telah bekerja selama 20 tahun.
Selanjutnya opsi yang lain, tambahnya, adalah pemberian prioritas untuk direkrut sebagai PPPK pada tenaga honorer kategori THK-II yang selama ini tidak dibayar dengan menggunakan dana APBN atau pun APBD.
“Kami ini kan punya kewajiban bagi THK-II. Jumlahnya besar, kurang lebh 200 (ribu). Sudah lama belum diberesin, ujarnya.
Namun, Anas juga mengingatkan akan adanya oknum-oknum yang melakukan kecurangan dengan cara memundurkan waktu awal mula seseorang bekerja sebagai tenaga honorer sehingga secara administrasi memenuhi syarat bekerja selama 20 tahun agar mendapatkan prioritas.
Menteri PANRB: Jumlah Tenaga Honorer Membludak karena Jalur "Titipan"
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengungkapkan banyaknya "titipan" agar bisa bekerja di lingkup pemerintahan.
"Kalau bapak/ibu menerima terus (titipan calon pegawai), apalagi jabatan kita ini jabatan politik, baru duduk orang sudah datang, ada ponakan, tetangga, saudara.
"Hei apa gunanya kamu jadi bupati kalau tetanggamu enggak bisa kamu bantu,". Itu godaan-godaan. Yang begini ini nih yang nambah. Akhirnya satu tambah satu bilang "jangan bilang-bilang ya saya titip,". Akhirnya 50 orang didengar titip semua," kata Anas dalam peresmian Mal Pelayanan Publik di Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Anas pun mengungkapkan kesalahannya ketika pernah menjabat sebagai Bupati Banyuwangi.
Saat itu, dia tidak begitu mengontrol jumlah tenaga honorer yang akhirnya membludak hingga ribuan.
"Saya dulu ada kekeliruan, saya dulu mendelegasikan ke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait dengan tenaga-tenaga yang disisipkan di kegiatan. Honorer akhirnya melimpah tidak terkontrol waktu saya di awal (menjadi Bupati Banyuwangi)," ungkapnya.
"Saya tidak pernah cek ke SKPD berapa tenaga honorer untuk membantu peningkatan kerja atau tenaga yang disisipkan di kegiatan. Ini kadang kegiatannya enggak ada tapi honorernya banyak.
Maka begitu didata jumlahnya ribuan. Karena mengevaluasi kesalahan itulah maka Pak Alex kemudian menyurati. Untung ada surat dari Kemenpan saat itu mengingatkan tidak boleh lagi ada honorer," sambung Anas.
Usai menerima surat tersebut, Anas memutuskan agar tenaga honorer di Banyuwangi dilakukan seleksi kepegawaian menggunakan sistem computer assisted test (CAT).
"Semua honorer di BKD (Badan Kepegawaian Daerah) kami tes dengan sistem CAT yang hasilnya semua orang bisa melihatnya," ucapnya.
Dia pun memastikan selama menjabat sebagai bupati tidak pernah melakukan "titipan".
"Saya di Banyuwangi tidak pernah menitipkan satu pun orang selama saya menjabat, silakan dicek. Karena sekali bupati titip itu ditunggu sekalipun gubernurnya," kata Anas.
Baca juga: Kabar Gembira, Para Guru Honorer Agar Siap-Siap, Pemko Subulussalam Buka 160 PPPK Tahun 2023
Hindari PHK massal 2,3 juta tenaga honorer
Kementerian PANRB kini sedang merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan tujuan menyelesaikan persoalan 2,3 juta honorer sebelum November 2023.
"Ini sedang kita beresin pak bupati, honorer- honorer ini. Undang-Undang ASN sedang kita selesaikan. Mudah-mudahan dengan adanya UU ASN kita bisa beresin terkait dengan tata kelola SDM. Nanti mungkin kita ada uji publik," pungkas Anas.
Sebelumnya, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Alex Denni memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 2,3 juta honorer.
"Dari awalnya perkiraan jumlah non-ASN itu sekitar 400.000. Ternyata begitu didata ada 2,3 juta mayoritas ada di pemerintahan daerah. Perintah presiden jelas, cari jalan tengah, jangan ada PHK massal," katanya beberapa waktu lalu.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/Ilustrasi-tenaga-honorer.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.