TRIBUNTORAJA.COM – Di sudut sunyi Kampung Tombang, Lembang (Desa) Poton, Kecamatan Bonggakaradeng, Kabupaten Tana Toraja, Sulsel.
Andarias Baso (60), duduk bersila di teras rumah panggung.
Tangannya cekatan menganyam lidi dari daun ijuk muda.
Andarias satu dari sedikit pengrajin rakki yang masih bertahan di Toraja.
Rakki, dalam budaya Toraja, bukan sekadar kerajinan tangan.
Ia adalah warisan, jejak leluhur yang hidup dalam bentuk anyaman untuk tempat nasi, wadah kue, bakul, hingga alas gelas.
Dan bagi Andarias, rakki bukan hanya budaya yang diwariskan, tetapi juga jalan hidup.
“Saya belajar dari paman sejak masih muda. Di Toraja, rakki masih dibutuhkan dalam pesta-pesta adat, terutama pernikahan,” tutur Andarias saat ditemui Tribun Toraja di rumahnya, Minggu (3/8/2025).
Dibantu sang istri, Paresso (52), Andarias telah menekuni rakki sejak awal 1990-an.
Dari tangan mereka yang terampil, kerajinan ini telah membesarkan enam anak dan dua cucunya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Di ruang tamu rumah mereka, tumpukan rakki tertata rapi.
Ada tempat kue berlapis kain merah, ada bakul sederhana, dan yang paling mencolok, deretan alas gelas mungil dengan motif rapat dan rapi.
Harga jual rakki buatan Andarias cukup terjangkau.
Rakki biasa dan alas gelas dijual Rp150 ribu per lusin.
Tempat kue tanpa kain merah juga Rp150 ribu per lusin.
Tempat kue berlapis kain merah dihargai Rp300 ribu per lusin.