Merawat Kemabruran Puasa: Dari Self-Love ke Selfishness

Seseorang dapat menjadi pencinta sejati jika dia dapat memberi cinta yang tulus kepada orang lain seperti mencintai dirinya sendiri, atau mencintai

Editor: Imam Wahyudi
nasaruddinumar.id
Menteri Agama, KH Nasaruddin Umar 

Dia sebenarnya membenci dirinya sendiri yang terus menerus meminta tanpa pernah dipuaskan, tetapi sulit menjelaskan mengapa itu terjadi pada dirinya sendiri.

Karena itu, Erich Fromm menyebut orang ini menderita semacam gangguan psikologis dalam bentuk ketidaksanggupan untuk mencintai.

Self-love bisa merasakan kepuasan sejati di dalam dirinya, terutama kalau dia mampu berbagi dengan orang lain.

Dia bisa merasakan kebahagiaan terlebih dahulu sebelum memberikan kebahagiaan kepada orang lain.

Dengan demikian, sedikit atau banyak tidak menjadi penentu kebahagiaan dan kepuasan tetapi ukurannya kekayaan dan kepuasaan jiwa.

Sama dengan bahasa agama Islam: Al-Gina gina al-nafs (kekayaan sejati ialah kekayaan jiwa).

Berbeda dengan selfishness yang sesungguhnya sudah menjurus kepada keserakahan dan kelainan jiwa.

Keserakahan yang diperparah dengan penyakit kelainan jiwa inilah yang melahirkan kapitalisme.

Orang-orang yang serakah dalam sistem kapitalisme semakin parah karena kehidupan konsimerisme sudah dipicu dan dirangsang oleh iklan bermacam-macam, karena itu masyarakat kapitalis tidak pernah selesai berkonsumsi.

Konsumerisme sudah merupakan gaya hidup, atau kebudayaan bagi kaum selfishness.

Jika kita melakukan pembiaran terhadap gaya hidup selfishness ini maka cepat atau lambat martabat kemanusiaan akan jatuh ke titik nadir.(*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved