Janji Kampanye Pilpres Prabowo Subianto: Kalau Pajak Naik, Orang Jadi Malas Kerja
Prabowo lebih memilih untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan memperbaiki dan membuat sistem pemungutan pajak lebih efisien.
Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
TRIBUNTORAJA.COM - Dua pekan sebelum Prabowo Subianto resmi terpilih oleh 58 persen masyarakat Indonesia sebagai Presiden ke-8, ia pernah berjanji untuk tidak menaikkan tarif pajak.
Prabowo lebih memilih untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan memperbaiki dan membuat sistem pemungutan pajak lebih efisien.
Pernyataan ini disampaikan saat Prabowo menghadiri diskusi bertajuk “Industri Keuangan dan Pasar Modal dalam Roadmap Menuju Indonesia Emas” di Jakarta, pada 29 Januari 2024.
“Masalah utama pajak adalah bagaimana mengumpulkannya dengan efisien, bukan dengan menaikkan tarif setinggi-tingginya. Kalau tarif dinaikkan, orang bisa enggan bekerja dan memilih pindah ke negara lain,” ujar Prabowo sebagaimana dikutip dari Kompas.id.
Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo, turut memperkuat pernyataan tersebut dan meminta kalangan pengusaha untuk tidak khawatir soal kenaikan tarif pajak.
“Saya tegaskan agar teman-teman pengusaha tidak perlu cemas mengenai tarif pajak. Tidak akan ada kenaikan,” katanya di acara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pada 7 Oktober 2024.
Baca juga: Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Capai Rp 29,97 Triliun, Kripto Sumbang Rp 942,88 Miliar
Hashim menyebut bahwa pemerintah seharusnya fokus pada penutupan kebocoran pajak, terutama dari pengusaha kelapa sawit yang beroperasi secara ilegal.
“Pemerintah ingin memastikan semua pihak yang menjadi wajib pajak membayar kewajibannya,” jelas Hashim.
Namun, realitasnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Baca juga: Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Mulai 1 Januari 2025, Dampaknya Meluas ke Perekonomian
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan bertujuan untuk menjaga stabilitas APBN.
“UU tersebut sudah ada. Kami (pemerintah) harus mempersiapkan implementasinya dengan memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat,” kata Sri Mulyani saat menanggapi pertanyaan anggota Komisi XI DPR dalam rapat kerja perdana bersama Kementerian Keuangan pada Rabu (13/11/2024).
Pernyataan ini mendapat respons dari mayoritas anggota DPR dari berbagai partai politik, yang meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana tersebut.
Baca juga: Penerimaan Pajak di Sulsel per September 2024 Sebesar Rp 13,2 Triliun
Mereka beralasan bahwa daya beli masyarakat melemah, jumlah kelas menengah berkurang, sektor manufaktur masih tertekan, dan kasus PHK meningkat.
Meskipun demikian, Sri Mulyani tetap menegaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal.
“APBN harus dijaga kesehatannya di tengah krisis keuangan global yang berlangsung,” tegasnya.
(*)
Gerindra Kuasai Kabinet Prabowo, Lampaui Rekor PDIP di Era Jokowi |
![]() |
---|
Menko Yusril: Presiden Prabowo Bakal Bentuk Tim Reformasi Kepolisian dalam 2–3 Minggu |
![]() |
---|
Resmi Dilantik Jadi Menpora, Erick Thohir: Saya Tegak Lurus! |
![]() |
---|
Reshuffle Kabinet Jilid 3, Pengamat: Prabowo Lakukan Dejokowisasi Sekaligus Gerindranisasi |
![]() |
---|
Gibran Rakabuming Tak Hadiri Pelantikan Menteri, Kemana? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.