26 Orang Tewas Termasuk 16 Anak-Anak dalam Pembantaian di Papua Nugini

Beberapa korban tewas dengan cara dipenggal, sementara desa-desa tersebut dibakar oleh kelompok penyerang.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Freepik
Ilustrasi. 

TRIBUNTORAJA.COM, PORT MORESBY - Sebuah pembantaian mengerikan terjadi di Papua Nugini setelah serangan brutal menyasar tiga desa di bagian utara negara tersebut.

Total 26 orang terbunuh, termasuk 16 anak-anak.

Beberapa korban tewas dengan cara dipenggal, sementara desa-desa tersebut dibakar oleh kelompok penyerang.

 

 

PBB melaporkan bahwa banyak penduduk desa terpaksa melarikan diri setelah rumah mereka dibakar.

"Saya sangat terkejut dengan ledakan kekerasan mematikan yang terjadi di Papua Nugini, yang tampaknya dipicu oleh perselisihan mengenai kepemilikan tanah dan hak penggunaannya," ujar kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, Rabu (24/7/2024), dikutip dari ABC News.

Turk menambahkan bahwa jumlah korban kemungkinan bisa meningkat hingga lebih dari 50 orang, karena pihak berwenang di Papua Nugini masih terus mencari korban.

 

Baca juga: PM Papua Nugini James Marape Kunjungi Indonesia, Disambut Langsung Presiden Jokowi

 

Kepala Polisi Sementara Provinsi East Sepik, Komandan James Baugen, memberikan pernyataan terkait pembantaian tersebut.

"Ini adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Saat saya mendekati area tersebut, saya melihat anak-anak, pria, dan wanita yang dibunuh oleh kelompok berjumlah sekitar 30 orang," katanya.

Dia juga menyebutkan bahwa seluruh rumah di desa tersebut terbakar, dan para penduduk sekarang berlindung di kantor polisi, terlalu takut untuk menyebutkan siapa pelakunya.

 

Baca juga: SMPN Okbab Papua Dibakar OPM, Kapendam: Mereka Ingin Menghalangi Anak-anak Bersekolah

 

"Beberapa tubuh ditinggalkan semalaman dan dimakan buaya di rawa-rawa. Kami hanya bisa melihat lokasi mereka dibunuh dan di mana kepala mereka dipenggal," tambahnya.

"Orang-orang bersembunyi, polisi telah dikerahkan, namun belum ada penangkapan yang dilakukan."

Turk menyerukan pihak berwenang Papua Nugini untuk melakukan penyelidikan cepat, tidak memihak, dan transparan, serta memastikan mereka yang bertanggung jawab diajukan ke pengadilan.

 

Baca juga: Bentrok Antar Warga di Nduga Papua Tewaskan 3 Orang, Termasuk 1 Pendeta

 

Sementara itu, Gubernur East Sepik, Allan Bird, mengatakan kekerasan di negara tersebut semakin memburuk dalam 10 tahun terakhir.

"Kurangnya keadilan di Papua Nugini adalah masalah besar dan semakin memburuk. Selama lebih dari 10 tahun, jika kejahatan terjadi, sangat sulit membawa kasus ke pengadilan dan mendapatkan hukuman," katanya.

"Ini membuat pelaku kejahatan semakin berani melakukan tindakan salah," lanjut Bird.

 

Baca juga: Aparat Tembak Mati Anggota TNI Desertir yang Membelot ke OPM di Paniai Papua

 

Di East Sepik, Bird mengatakan bahwa kepolisian menghadapi masalah jangka panjang terkait komando dan kontrol.

"Kepala polisi di sini sering berganti-ganti. Kontrak mereka selama tiga tahun, namun sering berubah setiap enam bulan atau 12 bulan," katanya.

"Mereka memindahkan komandan polisi provinsi kami pada Januari lalu dan sampai sekarang belum ada penggantinya," tambah Bird.

 

Baca juga: Longsor Papua Nugini, 2.000 Orang Diperkirakan Tewas

 

Papua Nugini sendiri memiliki sejarah panjang terkait perang suku, mengingat negara ini menjadi rumah bagi ratusan suku dan bahasa.

Namun, masuknya tentara bayaran dan senjata otomatis telah memperburuk siklus kekerasan tersebut.

Selama dekade terakhir, penduduk desa telah beralih dari busur dan anak panah ke senapan militer, serta pemilihan umum yang semakin memperdalam perpecahan suku.

(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved