Opini

Meluaskan Demokrasi

Demokrasi memang cenderung melahirkan oligarki karena prosedur teknisnya memungkinkan terjadinya transaksi politik bernama “koalisi”.

Editor: Imam Wahyudi
ist
Abdul Karim 

Oleh: Abdul Karim
(Ketua Dewas LAPAR Sulsel/Anggota Majelis Demokrasi & Humaniora)

TRIBUNTORAJA.COM - Demokrasi kita mengalami “kebekuan” (frozen democrasy) disegala sektor.

Kita simak disektor politik misalnya, utilitas demokrasi tak pernah cukup terpenuhi dengan ukuran ambisi etisnya; “dari, oleh dan untuk rakyat”.

Yang selalu terukur adalah kenyataan teknisnya, konsensus mengenai “jumlah minimal suara rakyat”.

Inilah yang dipertandingkan dalam politik elektoral Pemilu/Pilkada. Terminologi yang mengemuka diaras ini adalah “pemenang” dan “yang kalah”.

Sialnya, pasca perhelatan politik elektoral itu, wacana demokrasipun seolah ditutup.

Demokrasi dimasukkan ke dalam mesin pendingin dengan suhu yang super dingin.

Membekulah jadinya. Siapa yang memasukkanya dalam ruang pendingin itu?

Dalam berbagai analisis, dikemukakan bahwa kebekuan demokrasi lantaran operasi oligarki.

Demokrasi memang cenderung melahirkan oligarki karena prosedur teknisnya memungkinkan terjadinya transaksi politik bernama “koalisi”.

Disini, kita lupa bahwa demokrasi bertumpu pada prinsip-prinsip “keutamaan warga negara”.

Prinsip HAM berlaku dan menjadi sangat penting disini.

Kita tahu, HAM kita peroleh dari pengalaman getir dua kali perang dunia.

Disitu ditegaskan bahwa hak-hak dasar dan kebebasan seseorang tak boleh terancam. Artinya, “pemenang” tak boleh semau-maunya menentukan isi politik sebuah masyarakat.

Begitupula “yang mayoritas” tak boleh semau-maunya mengutamakan kepentingannya tanpa memberi ruang bagi “yang minoritas”.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved