P2TP2A Tana Toraja Prihatin Kasus Ayah Rudapaksa Anak Tirinya, Siap Berikan Pendampingan

Dorce Ramma Songga mengatakan bahwa anak itu lebih dominan mengalami kekerasan dan itu sangat banyak sebenarnya di Tana Toraja.

Penulis: Muhammad Rifki | Editor: Apriani Landa
TribunToraja/Rifki
Pendamping P2TPA Kabupaten Tana Toraja, Dorce Ramma Songga, Kamis (7/9/2023), mengaku prihatin atas kasus rudapaksa yang dialami remaja CWA (14) oleh ayah tirinya sendiri, MY (41). 

TRIBUNTORAJA.COM, MAKALE - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tana Toraja merespon kasus rudapaksa yang menimpa seorang anak di bawah umur, CWA (14).

Diketahui, pelakunya adalah ayah tirinya sendiri, MY (41).

Pendamping P2TP2A Kabupaten Tana Toraja, Dorce Ramma Songga, mengaku prihatin dengan kasus ini.

“Kalau dibilang bagaimana mau menanggapi, sangat miris. Sangat miris, apalagi selama saya jadi pendamping itu memang anak itu lebih dominan mengalami kekerasan dan itu sangat banyak sebenarnya di Tana Toraja,” ucapnya kepada tribuntoraja.com di Kantor P2TPA Kabupaten Tana Toraja, Jalan Jendereal Sudirman Nomor 5, Bombongan, Makale, Kamis, (7/9/2023).

P2TP2A adalah pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan, serta perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan, termasuk perdagangan orang, yang dibentuk oleh pemerintah atau berbasis masyarakat.

Selain itu, dapat juga berupa pelayanan pusat rujukan, pusat konsultasi usaha, pusat konsultasi kesehatan reproduksi, pusat konsultasi hukum, pusat krisis terpadu (PKT), pusat pelayanan terpadu (PPT), pusat pemulihan trauma (trauma center), pusat penanganan krisis perempuan (women crisis center), pusat pelatihan, pusat informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (PIPTEK), rumah aman (shelter), rumah singgah, atau bentuk lainnya.

Pendampingan P2TP2A

Lebih lanjut Dorce mengatakan bahwa kepada korban CWA, pihaknya telah melakukan pendampingan sejak awal berupa assessment hingga pemeriksaan visum di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada sebagai bukti kelengkapan pihak berwajib.

“Kalau penanganan kami mengikuti SOP yang ada di P2TPA. Pertama, kita melakukan assessment sesuai dengan pengaduan, kemudian koordinasi ke pihak kepolisian," katanya.

"Tetap kita dampingi ke pihak kepolisian supaya dalam menerima layanan di kepolisian, apakah sudah sesuai dan tidak ditekan oleh pihak manapun. Itu kehadiran kami jadi pendamping,” lanjutnya.

“Kemudian pemeriksaan visum, dikarenakan korban mengalami kekerasan seksual, dalam hal ini setubuh. Itu kan butuh bukti fisik, dalam hal ini visum. Visumnya kami lakukan dengan mengantarkan korban menggunakan mobil operasional perlindungan ke rumah sakit daerah, dalam hal ini RSUD Lakipadada,” imbuh Dorce.

Adapun untuk melakukan pendampingan ini, P2TP2A sudah terlebih dahulu mengantongi izin dari pihak keluarga korban yang telah memberikan data real serta menceritakan kronologi yang terjadi.

Kronologi penangkapan

Seperti diketahui, Satuan Unit Reserse Mobile (Resmob) Sat Reskrim Polres Tana Toraja mengamankan MY yang merupakan warga Madandan, Kecamatan Rantetayo, Kabupaten Tana Toraja pada Selasa (5/9/2023).

MY diamankan akibat pelaporan rudapaksa oleh keluarga terhadap anak tirinya, CWA.

Berdasarkan keterangan kepolisian, MY mengaku telah melakukan perbuatan bejadnya sejak korban masih berusia 8 tahun.

Kasus ini kemudian ditangani oleh Sat Reskrim Polres Tana Toraja yang berkoordinasi dengan P2TP2A untuk mendampingi korban yang mssih di bawah umur secara menyeluruh. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved