Kenapa Kerbau Belang Hanya Banyak di Toraja? Peneliti IPB Ungkap Misteri Tedong Bonga dan Saleko

Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, hewan bertubuh tambun ini juga melambangkan kesejahteraan sekaligus menandakan tingkat kekayaan dan status...

|
Editor: Donny Yosua
int
Tedong Bonga yang sangat disakralkan oleh masyarakat Toraja. Harganya bisa mencapai miliaran rupiah per ekor 

TRIBUNTORAJA.COM - Keseharian masyarakat Tana Toraja, Sulawesi Selatan, tak bisa dipisahkan dengan hewan ternak kerbau.

Ini berlangsung hingga sekarang.

Bahkan, sebelum uang dijadikan alat penukaran transaksi modern, hewan bertanduk ini sudah kerap ditukar dengan benda lain.

Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, hewan bertubuh tambun ini juga melambangkan kesejahteraan sekaligus menandakan tingkat kekayaan dan status sosial pemiliknya di mata masyarakat.

Kerbau Tana Toraja memiliki ciri fisik yang khas ketimbang daerah lain, terutama pada warna kulitnya yang belang menyerupai sapi.

Orang Toraja biasa menyebut jenis kerbau ini Tedong Bonga.

Lantaran kulitnya yang aneh, maka kerbau belang memiliki arti penting dalam setiap ritual pesta kematian atau Rambu Solo`.

 

 

Misteri Kerbau Belang di Toraja

Konservasi ternak lokal sangat erat hubungannya dengan budaya setempat yang sudah mengakar selama ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.

Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Fakultas Peternakan IPB University, Prof Ronny Rachman Noor mencontohkan keberadaan kerbau belang di Tana Toraja sangat penting bagi masyarakat setempat.

Ini karena terkait dengan budaya dan kepercayaan setempat yang diwariskan secara turun menurun.

Menurut Prof Ronny, terkonsentrasinya populasi kerbau belang di Tana Toraja dalam jumlah yang cukup banyak memang sangat unik dan tidak ditemui di belahan dunia manapun.

“Bagi masyarakat Toraja, kerbau tidak saja melambangkan kesejahteraan pemiliknya namun juga merupakan bagian penting dalam upacara Rambu Solo. Ritual acara pemakaman yang telah mengakar di budaya masyarakat Toraja,” ujarnya, dikutip dari artikel yang tayang di laman resmi IPB, 24 Januari 2022 lalu.

 

TEDONG SALEKO - Pengunjung mancanegara mengabadikan Tedong Saleko yang ada di Guest House Mentiotiku Batutumonga, Toraja Utara.
TEDONG SALEKO - Pengunjung mancanegara mengabadikan Tedong Saleko yang ada di Guest House Mentiotiku Batutumonga, Toraja Utara. (TribunToraja)

Baca juga: Unik! Lomba Domino di Tana Toraja Berhadiah Kerbau Senilai Rp 40 Juta, Ratusan Peserta Ikut Serta

 

Dalam ritual ini, lanjutnya, kerbau dipercaya merupakan kekuatan dan wahana arwah untuk mencapai nirwana.

Semakin banyak kerbau yang dikorbankan dalam ritual pemakaman ini maka dipercaya akan semakin baik kehidupan mendiang di alam baka.

“Oleh sebab itu harga seekor kerbau belang berkisar antara ratusan juta sampai 1 miliar rupiah dan sangat tergantung pada pola warna kerbau belang ini,” ujarnya.

Menurut Prof Ronny, kerbau belang yang ada di Tana Toraja memiliki pola warna yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki nama sendiri.

Salah satu pola warna yang paling penting dan berharga adalah yang dinamakan Tedong Bonga dan Tedong Saleko.

 

Baca juga: Tradisi Adu Kerbau dalam Rangkaian Upacara Rambu Solo di Toraja

 

“Kerbau belang yang masuk kategori Tedong Bonga dan Tedong Saleko memiliki warna dasar hitam dengan corak warna putih dengan ciri khas pola tertentu. Jarangnya kemunculan kerbau belang dengan pola warna ini membuat harga seekor Tedong Bonga Saleko dapat mencapai 1 milyar rupiah,” ujarnya.

Menurutnya, misteri munculnya pola warna yang sangat khas pada kerbau belang ini memang sudah lama menarik perhatian ilmuwan untuk menguak rahasia ini.

Namun salah satu faktor yang membuat penelitian ini tidak dapat dilakukan dengan secara mendalam adalah karena pemilik kerbau belang ini umumnya tidak memperbolehkan kerbaunya menjadi objek penelitian.

“Bagi pemiliknya, kerbau belang ini memang diperlakukan dengan sangat istimewa dan tidak boleh sembarang orang menyentuh kerbaunya,” ujar Prof Ronny.

Dalam rangka melestarikan keberadaan sumberdaya genetik ternak lokal yang sangat unik ini tim peneliti gabungan dari Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Swedish Agriculture University (Swedia) dan Uppsala University (Swedia) telah melakukan upaya untuk menguak rahasia di balik uniknya pola warna kerbau belang ini.

 

Tedong Saleko.
Tedong Saleko. (daily vogayers)

 

Menurut Prof Ronny, penelitian ini dinilai sangat strategis dan penting, mengingat di lapangan keberadaan kerbau belang ini terancam punah karena tingkat mortalitas embrio dan anak yang tinggi, tingkat kesuburannya juga rendah dan belum diketahuinya mekanisme penyebab munculnya pola belang dan pola pewarisannya.

“Setelah melakukan kesepakatan dengan tetua dan masyarakat adat, tim peneliti ini diijinkan untuk mengambil sperma kerbau belang yang telah dikorbankan dalam upacara dan diambil dari saluran epididymis. Walaupun kerbau sudah mati, sperma masih dapat hidup dan bertahan di saluran epididymis selama beberapa saat,” ujar Prof Ronny.

Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh peneliti untuk mengambil materi genetiknya untuk selanjutnya dianalisa runutan basa gennya untuk mengetahui basis genetik apa sebenarnya yang menyebabkan kerbau ini memiliki pola warna yang sangat khas.

Dalam penjelasannya Prof Ronny mengatakan, “Sperma ini selanjutnya dibekukan dengan menggunakan nitrogen cair sebelum dianalisa lebih lanjut. Disamping itu, karena jumlah sperma kerbau belang ini relatif sedikit maka tim peneliti juga mengembangkan dan menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection. Sehingga jumlah sperma yang sangat sedikit ini dapat digunakan dengan baik untuk melakukan inseminasi buatan.”

Menurutnya, dengan menggunakan teknologi ini hanya diperlukan satu sperma yang viable untuk membuahi sel telur sehingga dapat menghasilkan embrio.

 

Baca juga: GALERI FOTO - Tedong: Simbol, Status, Jenis, dan Harga Kerbau dalam Budaya Toraja

 

Prof Ronny: Ada Mutasi Genetik

Selanjutnya dengan menggunakan teknik embrio transfer, embrio ini ditanamkan pada dinding uterus kerbau betina lain.

Prof Ronny menjelaskan bahwa penggunaan teknik ini memungkinkan kerbau belang dapat diperbanyak populasi dan juga dijaga kelestariannya.

Disamping itu, embrio kerbau belang beku ini dapat disimpan dalam waktu cukup lama sebelum digunakan untuk embrio transfer.

“Selanjutnya kami melakukan analisis DNA untuk mengetahui mekanisme genetik pemunculan pola belang ini."

"Analisis DNA yang dilakukan difokuskan pada gen microphthalmia-associated transcription factor (MITF) yang secara umum mengatur kemunculan warna totol totol (spotted) pada kerbau rawa Asia (Bubalus bubalis carabanensis),” ujar Prof Ronny.

 

Baca juga: Tanduk Kerbau di Depan Rumah Adat Tongkonan, Ini Maknanya

 

Dalam mendeteksi terjadinya mutasi di gen ini, imbuhnya, semua ekson MITF serta daerah intron serta pengapitnya diteliti dengan seksama.

Disamping itu, dianalisa juga MITF cDNA mewakili jaringan kulit dan iris kerbau belang, kerbau biasa (normal) dan kerbau albino dirunut DNA-nya untuk mendeteksi mutasi dan membandingkannya.

Menurut Prof Ronny, hasil penelurusan DNA kerbau belang ini menunjukkan bahwa kemunculan pola belang ini disebabkan karena adanya mutasi DNA di gen MITF.

“Ada dua mutasi independen yang dinamakan loss-of-function mutations yang terjadi yaitu premature stop codon (c.328C>T, p.Arg110*) dan donor splice-site mutation (c.840+2T>A, p.Glu281_Leu282Ins8). Kedua mutasi DNA inilah yang menyebabkan kerbau Toraja memiliki pola warna belang,” ujar Prof Ronny.

 

Kerbau atau tedong lotong boko'.
Kerbau atau tedong lotong boko'. (IST)

Baca juga: Mengenal Tradisi To Merok, Kerbau tidak Disembelih tapi Ditombak

 

Keberhasilan tim peneliti mengidentifikasi dan menguak rahasia di balik munculnya pola belang pada kerbau Toraja ini tentunya sangat penting dalam upaya melestarikan keberadaan kerbau belang yang dianggap sakral dan sudah mengakar pada budaya masyarakat setempat.

“Kedepan, embrio kerbau belang yang memiliki mutasi sangat spesifik ini dapat dikembangkan untuk memperbanyak populasi kerbau belang jika pada suatu saat nanti kerbau belang Toraja statusnya langka dan hampir punah,” ujar Prof Ronny.

Menurut Prof Ronny, dengan diketahuinya penyebab dan mekanisme kemunculan warna belang pada kerbau Toraja ini maka keberadaan kerbau belang yang merupakan salah satu plasma nutfah khas Indonesia ini dapat dilestarikan dengan menggunakan pendekatan budaya dan teknologi modern.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved