Ibadah Haji

Menabung Rp 4 Ribu Sehari, Kini Sahlan Akhirnya Bisa Tunaikan Ibadah Haji

Empat puluh tahun terakhir, dia menghabiskan hari di dua pasar terjadwal di Kecamatan Ketapang, Pasar Kemmisan dan Pasar Jumat Pagi.

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Apriani Landa
Thamzil Tahir
Sahlan merupakan jemaah calon haji asal Sampang, Jawa Timur 

Ia baru menjawab kala ditanya.

Jika diajak bercakap, bola matanya selalu tertuju ke mata lawan bicara. Orangnya bersahaja.

Jika diam, banyak mendengar adalah definisi baik, Sahlan laik berpredikat orang baik.

Sahlan jadi cerita karena kegigihan niat dan upayanya untuk berhaji.

Empat puluh tahun terakhir, dia menghabiskan hari di dua pasar terjadwal di Kecamatan Ketapang, Pasar Kemmisan dan Pasar Jumat Pagi.

Di dua pasar tradisional itulah, Sahlan bekerja sebagai kuli keranjang ikan.

Ikan dari kapal dia angkut, pikul ke lapak pedagang. Upah hariannya antara Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu.

"Jadi kole masih seket (50 rupiah) Pak Suharto," ujarnya, kenangya awal bayaran Rp 50 era kejayaan Orde Baru, 1980-an.

Untuk tambah pendapatan, malam harinya, Sahlan jadi tukang pijit panggilan tetangga dan warga kampung tetangga.

Buruh di pasar kerap juga disebut kuli kasar.

Saat Tribun menjajal pijitan Sahlan, terasa betul ke-kasar-an kulit telapak jemarinya.

Bihaki menyebut, kalau pakai minyak Madura, pijatan tangan Sahlan, sekaligus jadi kerokan.

Bayaran juru pijat keliling juga sebelas-dua belas dari upah kuli keranjang ikan di pasar.

Karena iri lihat tetangga dan kerabat pergi berhaji, di umur 30 tahun, dia mulai buka tabungan haji pribadi.

Di hari biasa, dia disiplinkan menabung Rp 4.000 hingga Rp 5.000 pendatannya untuk setoran haji.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved