Tekno

Komdigi Ancam Blokir Cloudflare, Pengamat: Bisa Jadi Bencana Internet Indonesia

Pengamat keamanan siber menilai rencana pemblokiran Cloudflare oleh Kemenkomdigi berpotensi merusak infrastruktur internet Indonesia.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
KOMPAS.com/YUDHA PRATOMO
CLOUDFLARE DIBLOKIR - ilustrasi Cloudflare. Pengamat keamanan siber menilai rencana pemblokiran Cloudflare oleh Kemenkomdigi berpotensi merusak infrastruktur internet Indonesia. Pemutusan akses disebut dapat memicu gangguan besar pada layanan publik dan sektor digital. 

TRIBUNTORAJA.COM – Ancaman sanksi dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) terhadap Cloudflare dinilai sejumlah pihak dapat memicu dampak serius bagi infrastruktur digital Indonesia.

Cloudflare terancam dijatuhi sanksi administratif hingga pemutusan akses lantaran belum mendaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, serta dituding menjadi sarana bagi situs judi online menyembunyikan server asli mereka.

Menurut Afif Hidayatullah, Threat Consultant di ITSEC Asia, langkah pemblokiran Cloudflare justru dapat berimbas jauh lebih besar daripada manfaat yang diharapkan.

"Rencana itu kurang tepat sasaran. Masalahnya ada di situs judi, bukan di penyedia infrastrukturnya. Kalau Cloudflare diblokir, efek sampingnya jauh lebih besar dibanding manfaatnya," kata Afif, dilansir KompasTekno.

"Ini seperti menutup seluruh jalan tol hanya karena ada satu mobil yang dipakai untuk kejahatan," lanjutnya.

 

 

Cloudflare sebagai Infrastruktur Kunci Internet

Cloudflare dikenal sebagai penyedia layanan infrastruktur internet, termasuk Content Delivery Network (CDN), perlindungan DDoS skala besar, firewall aplikasi web, DNS cepat, reverse proxy, mitigasi bot, hingga optimasi trafik global.

Afif menjelaskan bahwa peran Cloudflare tidak hanya mempercepat akses situs, tetapi juga menjadi bagian penting dari kestabilan internet modern.

Layanan ini banyak digunakan pemerintah, perusahaan, kampus, startup, dan sektor finansial.

"Layanan-layanan pemerintah Indonesia mungkin ada juga yang pakai Cloudflare," ujar Afif.

Jika Cloudflare benar-benar diblokir, ia menilai dampaknya dapat langsung terasa dalam hitungan jam.

Layanan publik berpotensi down, startup terdampak, situs perusahaan tidak dapat diakses, dan kecepatan internet melambat akibat hilangnya cache serta server edge Cloudflare.

"Pengguna bakal merasa internet Indonesia 'rusak' karena banyak website tidak bisa dibuka," jelasnya.

"Ini bukan seperti blokir website biasa. Ini memutus salah satu tulang punggung internet modern,” tegas Afif.

Dalam skenario terburuk, ia menyebut pemutusan akses dapat memicu gangguan besar, mulai dari hilangnya perlindungan DDoS hingga meningkatnya risiko serangan terhadap server asli berbagai layanan digital.

"Internet di Indonesia jadi tidak stabil, delay meningkat, banyak koneksi time-out. Bahkan bisa menyebabkan kerugian ekonomi digital, terutama bagi e-commerce, fintech, dan startup,” tambah Afif.

 

Baca juga: Ini Alasan Komdigi Ancam Blokir Cloudflare di Indonesia

 

Fokus pada Domain Judi Online, Bukan Infrastruktur

Afif menilai kewajiban registrasi PSE tidak serta-merta menghentikan operator situs judi online menggunakan layanan Cloudflare.

"PSE itu administratif. Tidak akan menghentikan situs judi memakai Cloudflare karena mereka bisa ganti domain dalam hitungan menit. Cloudflare itu gerbang, bukan pemilik kontennya," jelasnya.

Ia menekankan bahwa penanganan seharusnya difokuskan pada domain-domain ilegal.

Kerja sama langsung dengan Cloudflare dinilai lebih efektif untuk menindak penyalahgunaan layanan oleh operator judi.

"Komdigi harus fokus pada domain, bukan penyedia layanannya. Buat mekanisme komunikasi cepat untuk takedown domain judi online," katanya.

"Cloudflare sudah biasa menangani permintaan pemerintah negara lain, asalkan ada dasar hukum yang jelas. Tidak perlu memblokir seluruh infrastrukturnya," tambah Afif.

 

Baca juga: Cloudflare Akui Gangguan Global Akibat Kesalahan Internal, CTO: Kami Gagal Melayani Internet

 

Sikap Kemenkomdigi

Kemenkomdigi sebelumnya menyatakan bahwa Cloudflare wajib mendaftarkan diri sebagai PSE Lingkup Privat sesuai Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020.

Tanpa status PSE yang sah, proses koordinasi dan penegakan terhadap konten ilegal, termasuk judi online, dinilai lebih sulit dilakukan.

"Tanpa status PSE yang sah, koordinasi dan penegakan terhadap konten terlarang seperti judol jadi lebih sulit dilakukan," kata Direktur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital Alexander Sabar.

Platform yang belum terdaftar diberi waktu 14 hari kerja untuk memenuhi kewajiban administratif.

Jika Cloudflare tetap tidak mendaftar, sanksi termasuk pemutusan akses dapat dijatuhkan sesuai ketentuan PM Kominfo 5/2020.

"Dengan kami memberikan warning seperti ini, setidaknya mereka yang menggunakan Cloudflare sudah harus mencari alternatif lain," ujar Alexander, dikutip dari Antara.

Meski demikian, Alexander menegaskan pemerintah terbuka untuk berdialog dengan platform global selama ada komitmen terhadap kepatuhan dan perlindungan masyarakat digital.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved