Kisah Heroik Aaron Franklyn Pertaruhkan Nyawa Amputasi Korban di Reruntuhan di Ponpes Al-Khoziny

Kondisi Nur Ahmad cukup memprihatinkan karena tangannya tertindih bongkahan beton yang runtuh.

Editor: Apriani Landa
Dokumentasi RSUD RT Notopuro Sidoarjo
KISAH HEROIK - Dokter Aaron Franklyn Soaduon Simatupang bertemu dengan korban ambruknya Ponpes Al Khoziny Nur Ahmad, Jumat (3/10/2025). Dokter Aaron melakukan amputasi lengan Nur Ahmad di bawah reruntuhan karena situasi mendesak. 

TRIBUNTORAJA.COM - Inilah kisah heroik dr Aaron Franklyn Suaduon Simatupang, salah satu petugas kesehatan tim penyelamat pada insiden ambruknya bangunan mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny.

Bangunan yang berada di Sidoarjo, Jawa Timur, ini ambruk saat santri sedang salat Azar, Senin (29/9/2025).

Baca juga: Tim SAR Gabungan Evakuasi 67 Jenazah Korban Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

Ratusan santri tertimbun. Dalam sepekan pencarian, seluruh korban berhasil diselamatkan. Total ada 67 santri dinyatakan meninggal dunia.

Salah satu korban selamat adalah Nur Ahmad (NA). Ia diselamatkan dokter TNI, dr Aaron Franklyn Suaduon, dari reruntuhan bagunan. Saat itu, kondirinya terjepit, tidak bisa bergerak.

Dokter Aaron juga melakukan aksi penyelamatan yang mengancam nyawanya. Bagaimana tidak, ia melewati celah sempit untuk mencapai titik korban. 

Ia harus merayap ke dalam dengan lebar celah hanya sekitar 50 cm, hanya cukup untuk satu badan. Apalagi, kondisi saat itu malam.

Potensi ikut tertimbun terbuka lebar karena puing rawan runtuh.

Baca juga: Selamat dari Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny, Zidan: “Maaf Ya, Aku Tidak Bisa Menolong Lagi”

Saat melakukan tugasnya, dr Aaron sudah menegaskan siap mati bersama para korban.

Dengan hati-hati, dr Aaron merayap masuk ke celah puing reruntuhan bangunan demi menyelamatkan Nur Ahmad.

Kondisi Nur Ahmad cukup memprihatinkan karena tangannya tertindih bongkahan beton yang runtuh sehingga proses evakuasi cukup sulit.

Ada dua pilihan saat hendak mengevakuasi Nur Ahmad, yakni menunggu beton diangkat dengan risiko korban semakin banyak kehilangan darah. 

Kemudian pilihan kedua, adalah amputasi di lokasi.

Amputasi adalah prosedur bedah untuk mengangkat seluruh atau sebagian bagian tubuh, seperti jari, tangan, kaki, atau lengan, yang dilakukan untuk mengatasi cedera parah, infeksi, tumor, atau penyakit kronis yang membahayakan kesehatan pasien.

Tindakan ini merupakan jalan terakhir ketika bagian tubuh tidak dapat diselamatkan dan dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi yang lebih parah atau untuk menyelamatkan nyawa

Dengan berbagai pertimbangan dan melihat kondisi Nur Ahmad, akhirnya opsi kedua pun dipilih, meski sangat berisiko untuk tim medis, termasuk dokter Aaron. 

"Pikiran saya, sudah siap mati sama pasien kalau bangunan itu runtuh. Karena itu sangat berbahaya, salah gerak sedikit ambruk," kata Dokter Aaron kepada awak media di RSUD Notopuro Sidoarjo, Kamis (2/10/2025) malam. 

Sesampainya di dalam reruntuhan, dr Aaron masih sempat berkomunikasi dengan Nur Ahmad. Saat itu, remaja laki-laki ini hanya bisa merintih minta tolong.

Baca juga: Mukjizat, Haical Selamat Setelah Tiga Hari Terjebak di Reruntuhan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

Dokter Aaron mencoba menenangkannya. Setelah memastikan kondisi pasien, dr Aaron lantas keluar untuk kembali berdiskusi dengan tim yang terdiri dari tim dokter senior untuk opsi amputasi.

Persiapan matang menjadi pertimbangan utama. Setelah dirasa memungkinkan, maka tindakan dilakukan. Prosesnya sekitar 10 menit.

Dokter Aaron bersyukur pasien berhasil dievakuasi, distabilisasi, dan selanjutnya korban Nur Ahmad dirujuk ke RSUD R.T. Notopuro. 

"Jadi tetap pertolongan pertama, (korban) dibius di sana, lukanya (bekas amputasi) ditutup, cuma akhirnya dilakukan pembersihan lagi (di rumah sakit), dijahit ulang sampai pukul 01.30 WIB baru selesai," ucapnya.

"Kita bawa keluar itu less, tidak banyak yang darah yang keluar," ungkapnya. 

Hal senada disampaikan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD RT Notopuro Sidoarjo, dr Larona Hydravianto.

Dokter Larona mengungkapkan soal keputusan amputasi tangan Ahmad dilakukan langsung di bawah reruntuhan Musala Ponpes Al Khoziny

Menurut Larona, tindakan itu merupakan upaya penyelamatan nyawa karena kondisi korban terjepit beton.

“Jadi memang ini sesuatu yang sangat berat ya secara pertimbangan. Kita harus melakukan amputasi atau menghilangkan bagian tubuh. Tapi ada prinsip life saving is number one. Nyawa menjadi prioritas pertama dibanding anggota tubuhnya,” kata Larona, Jumat (3/10/2025).

Sebelumnya, Direktur Utama RSUD R.T. Notopuro, Dokter Atok Irawan, mengatakan, terpaksa amputasi lengan kiri korban saat proses evakuasi, meski ada pihak keluarga yang protes. 

"Sempat yang diamputasi di tempat, keluarga sempat protes, enggak setuju. Ya gimana kalau kondisi darurat, sempat (keluarga) nanya 'Siapa yang mengizinkan?'," kata Atok, di RSUD R.T. Notopuro, Selasa (30/9/2025). 

Namun, berkat penjelasan dokter, pihak keluarga pun menerimanya.

"Untungnya dokter kami menjelaskan dengan lembut, dengan sabar. Alhamdulillah bisa menerima. Karena situasinya sempit, ini juga sebenarnya membahayakan jiwa nakes kami," tambahnya. 

Selanjutnya, dokter yang bertugas langsung melakukan penanganan pertama setelah proses amputasi. Korban dibawa untuk mendapatkan perawatan di RSUD R.T. Notopuro.

"Jadi tetap pertolongan, (korban) dibius di sana, lukanya (amputasi) ditutup cuma akhirnya dilakukan pembersihan lagi, dijahit ulang sampai pukul 01.30 WIB baru selesai," ucap Atok.

Profil Dokter Aaron Franklyn 

Tak banyak informasi mengenai dr Aaron di media online. 

Berdasarkan penelusuran, dr Aaron di bawah supervisi Dokter Larona Hydravianto Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD Notopuro Sidoarjo.

Dikutip dari Surya.co.id, Dokter Aaron lahir di Jayapura, Papua, pada 29 Januari 1994.

Pria berusia 31 tahun ini pernah menempuh dan menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum, Universitas Pembangunan Panca Budi. 

Namun, perlu diketahui informasi kelahiran dan pendidikan dr Aaron tersebut, berasal dari pencarian Google dan belum mendapatkan konfirmasi dari dokter Aaron. 

Kisah Santri Tangannya Terpaksa Diamputasi

Nur Ahmad (16), santri yang menjadi korban ambruknya bangunan musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, mengaku tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Diceritakan Nur Ahmad, awalnya ia tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai ambruk saat salat Asar, Senin (29/9/2025).

Namun, tiba-tiba Musala Ponpes Al Khoziny runtuh dan menimpa para santri. 

"Rakaat kedua kejadiannya. Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Kondisi itu, menyebabkan lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya. Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Saat terjebak, Ahmad berusaha bertahan hingga mendengar suara petugas evakuasi. 

Ia langsung berteriak meminta tolong hingga dilakukan proses evakuasi.

Kronologi Musala Ponpes Al Khoziny Ambruk

Bangunan musala di Ponpes Al Khoziny itu ambruk pada Senin (29/9/2025) pukul 15.00 WIB. Saat kejadian, para santri Al Khoziny sedang bersiap melaksanakan salat Ashar.

Mulanya, Basarnas turun untuk melakukan evakuasi secara manual.

Namun, pada hari ke-4, Basarnas mulai menggunakan alat berat seperti crane untuk mengangkat puing-puing bangunan.

Kepala Sub Direktorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia Basarnas, Emi Freezer, menjelaskan mengapa pihaknya akhirnya mengerahkan alat berat.

Menurutnya, keputusan itu diambil setelah pencarian korban dengan metode manual tidak lagi membuahkan hasil.

Basarnas telah melakukan reassessment sebanyak tiga kali, namun semuanya nihil.

Reassessment dalam konteks ini berarti evaluasi ulang atau pengecekan kembali kondisi reruntuhan untuk memastikan ada atau tidaknya tanda-tanda korban yang masih hidup.

“Kenapa metode search space atau fase pencari penyelamatan ini kita alihkan ke fase pengambilan reruntuhan (dengan crane)? Adalah sudah tiga kali kami melakukan reassessment,” kata Emi dalam konferensi pers, Kamis (2/10/2025).

(Bangkapos.com, TribunJateng.com, TribunJatim.com, Tribunnews.com, Surya.co.id, Kompas.com)

Sebagian artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Profil Aaron Franklyn, Dokter TNI Siap Mati Saat Amputasi Santri di Runtuhan, Merangkak Celah Puing

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved