BPJS Ketenagakerjaan Cover Jurnalis Korban Kekerasan Saat Meliput 

Jaminan asuransi yang akan diberikan kepada jurnalis yang menjadi korban kekerasan fisik saat bertugas, bukan pada kasus teror psikis.

Editor: Apriani Landa
Thamzil Thahir/Tribun Timur
BPJS JURNALIS - Representative Officer BPJS Ketenagakerjaan Makassar, Sindbad Okstanza Yusnawir, dan Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng memberi materi FGD Jurnalisme Tanpa Risiko; Menjamin Keselamatan Jurnalis. di hari Ke-2 Festival Media (Fesmed) XI 2025, Sabtu (13/9/2025) siang, di Fort Rotterdam, Makassar. Fesmed adalah acara tahunan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia diikuti 340 jurnalis dari seluruh Indonesia. 

TRIBUNTORAJA.COM, MAKASSAR - Kerja jurnalis di lapangan rawan menjadi korban kekerasan, baik secara fisik maupun psikis. Perlindungan jurnalis dalam menjalankan tugas peliputan kembali menjadi sorotan. 

Karena itu, jurnalis perlu mendapat perlindungan agar merasa aman saat melaksanakan tugas peliputan. 

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menegaskan akan memberikan perlindungan kepada jurnalis saat bertugas atau meliput.

Jaminan asuransi yang akan diberikan kepada jurnalis yang menjadi korban kekerasan fisik saat bertugas, bukan pada kasus teror psikis.

Hal ini in disampaikan Account Representative Officer Program Khusus BPJS Ketenagakerjaan Makassar, Sindbad Okstanza Yusnawir, saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) Festival Media (Fesmed) 2025 di Fort Rotterdam, Kota Makassar, Sabtu (13/9/2025).

Dalam FGD bertema “Jurnalisme Tanpa Risiko: Menjamin Keselamatan Jurnalis”, Sindbad hadir bersama Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng dan Sekretaris AJI Indonesia Bayu Wardhana. 

Diskusi tersebut menyoroti pentingnya perlindungan hukum, finansial, dan kesehatan bagi jurnalis yang kerap menghadapi ancaman di lapangan.

“Kalau jurnalis dipukul aparat atau mengalami kekerasan fisik hingga terluka, itu masuk kategori jaminan kecelakaan kerja. Namun, jika hanya mengalami teror psikis, maka ranahnya ada di BPJS Kesehatan, bukan BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Sindbad.

Sindbad menegaskan, BPJS tidak membedakan profesi dalam pemberian jaminan. Selama peserta sudah terdaftar dan membayar iuran, baik mandiri maupun melalui perusahaan, mereka tetap mendapatkan hak perlindungan.

“Tidak ada perbedaan antara jurnalis, pekerja konstruksi, atau karyawan bank. Semua sama, yang penting terdaftar di BPJS,” tambahnya.

Selain kecelakaan kerja, jurnalis juga berhak atas tiga program lain, yakni jaminan kematian, pensiun, dan jaminan kehilangan pekerjaan. 

Dalam kasus kecelakaan, BPJS menanggung biaya perawatan, transportasi, hingga santunan.

“Kalau luka lalu sembuh, biaya ditanggung sesuai aturan, termasuk transportasi. Kalau cacat tetap, maksimal 56 kali upah. Jika meninggal dunia, ahli waris mendapat santunan 48 kali upah ditambah biaya pemakaman Rp10 juta,” jelasnya.

Skema perlindungan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian. 

Dalam regulasi itu, peserta BPJS berhak mendapat perlindungan tanpa memandang status pekerjaan, baik pekerja penerima upah, bukan penerima upah, maupun freelancer.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved