Meski demikian, Faisal menyarankan agar pernyataan Prabowo dipahami dalam konteks diplomasi yang lebih luas.
Ia mencontohkan strategi Abraham Accords yang digagas Presiden AS Donald Trump, yang mendorong negara-negara mayoritas Muslim untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, sambil tetap mendorong pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina.
"Caranya dengan mendorong negara-negara Barat agar mengakui kemerdekaan Palestina, pada saat yang sama juga mendorong negara-negara yang belum mengakui Israel untuk berubah pendapat," katanya.
Baca juga: Prabowo Sambut Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan Pelukan Hangat di Istana Merdeka Jakarta
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Asra Virgianita, menyebut langkah diplomatik untuk mengakui Israel sangat dilematis dan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.
Menurutnya, meski hubungan ekonomi tidak resmi dengan Israel sudah ada, pengakuan resmi membutuhkan proses panjang.
"Kita tidak perlu tergesa-gesa mengambil keputusan diplomatik. Hubungan ekonomi dengan Israel selama ini juga sudah ada meskipun tidak signifikan jika dibandingkan dengan negara-negara lain," ujar Asra.
Baca juga: Temui Presiden Prabowo di Istana Merdeka, PM China: Dunia Sedang Alami Guncangan Besar
Ia menyebut biasanya perlu waktu hingga 10–20 tahun sejak pengakuan kedaulatan hingga terjalin hubungan diplomatik resmi antar negara.
Dalam konteks ini, Indonesia perlu memantau perkembangan sikap Israel terhadap Palestina secara konsisten.
"Dalam dua dekade itu kita melihat dan memantau keseriusan Israel membangun perdamaian di sana, baru kita bisa bicara soal membuka hubungan diplomatik," tambahnya.
(*)