Biar Adil, KPU Harus Fasilitasi Kampanye Pendukung Kotak Kosong

Titi menjelaskan, jumlah calon tunggal dalam pilkada serentak 2024 diprediksi mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Editor: Imam Wahyudi
tribunnews
Anggota Dewan Pembina Perludem sekaligus Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini 

TRIBUNTORAJA.COM - Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menyampaikan usulan terkait perlunya KPU melakukan terobosan dalam menjamin hak pilih setiap warga negara pada pilkada serentak 2024.

KPU, kata Titi, bisa melakukan terobosan dengan merujuk pada apa yang telah dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) saat menerbitkan Peraturan MK nomor 4 tahun 2015.

Dengan aturan tersebut, kata dia, MK telah memberikan legal standing kepada pemantau pemilu terakreditasi sebagai pemohon (bila yang menang calon tunggal) atau pihak terkait (bila kotak kosong yang menang) apabila pilkada berlangsung dalam kondisi calon tunggal melawan kotak kosong.

Mestinya, kata dia, terobosan MK itu diikuti oleh KPU agar pendukung kotak kosong mendapatkan perlakuan yang adil sebagaimana yang didapatkan oleh pendukung calon tunggal.

Usulan tersebut disampaikan Titi yang juga anggota Dewan Pembina Perludem, dalam diskusi daring bertajuk Menggugat Fenomena Calon Tunggal dalam Pilkada Serentak Tahun 2024 yang digelar The Constitutional Democracy Initiative, Minggu (4/8/2024).

"Oleh karena itu, saya mengusulkan KPU bisa memberikan fasilitasi dan hak kepada pendukung kolom kosong untuk berkampanye di pilkada. Jadi KPU juga harus fasilitasi. Kalau KPU fasilitasi calon tunggal untuk berkampanye, mestinya fasilitasi yang sama juga bisa terhadap kolom kosong," kata Titi.

"Karena ini kan dilakukan dengan misalnya alat peraga, iklan di media massa, cetak dan elektronik yang didesain, supaya KPU tidak dibilang partisan, serahkan saja kepada kelompok independen yang ditunjuk oleh KPU untuk mendesain materinya," sambung dia.

Titi menjelaskan, jumlah calon tunggal dalam pilkada serentak 2024 diprediksi mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Prediksi tersebut diantaranya didasarkan pada data peningkatan signifikan calon tunggal peserta pilkada sejak tahun 2015 sampai 2020.

Titi Anggraini mengatakan, sejak 2015 sampai 2020 tercatat terdapat 52 dari 53 pilkada di berbagai daerah yang dimenangkan oleh calon tunggal.

Dengan demikian, dari data tersebut kemenangan calon tunggal melawan kotak kosong mencapai 98,11 persen.

Selain itu, lebih dari 80 persen dari total 52 calon tunggal yang memenangkan Pilkada sejak 2015 sampai 2020 tersebut adalah petahana.

Anggota KPU RI Periode 2017 sampai 2022, Evi Novilda Ginting, mengatakan KPU bisa memfasilitasi pendukung kotak kosong.

Namun, menurutnya apabila muncul kekhawatiran KPU tidak independen maka menurutnya ada cara yang bisa dilakukan untuk meredam kekhawatiran itu.

"Misalnya menyerahkan, atau bisa mengakreditasi lembaga-lembaga di daerah yang bisa melakukan dan difasilitasi melalui kampanyenya," kata dia.

"Ini tentu perlu diatur agar kemudian semua proses baik itu di pencalonan maupun di kampanye itu bisa berjalan dengan tertib. Dan semua pihak bisa saling menghormati," sambung dia.

Selain itu, menurutnya regulasi yang terkait dengan implikasi ketika kotak kosong memenangkan kontestasi juga tetap perlu dirumuskan.

Hal tersebut, kata dia, juga perlu dilakukan dalam rangka keadilan bagi calon tunggal yang ikut kontestasi.

"Kita harapkan juga ini bisa mendapatkan perbaikan-perbaikan ke depannya," kata dia.

Bahaya Calon Tunggal

Anggota Komnas HAM RI periode 2017 sampai 2022 Amriuddin Al Rahab memandang calon tunggal dalam pilkada merupakan gejala otoritarianisme politik. 

Menurutnya hak memilih bagi warga negara adalah hak asasi manusia sekaligus hak konstitusional warga negara yang dijamin konstitusi.

Begitu partai politik (parpol) atau sekumpulan parpol mengajukan calon tunggal maka dapat dimaknai parpol-parpol itu mengabaikan sekaligus merampas hak warga negara dalam memilih dan dipilih.

Dengan melihat esensi tersebut, menurutnya calon tunggal tidak berguna dalam memperbaiki demokrasi di Indonesia.

"Esensi dari demokrasi adalah terjaminnya hak setiap warga negara memilih dan dipilih. Begitu itu diabaikan atau dirampas oleh orang-orang yang sedang memburu kekuasaan, dengan sendirinya demokrasi tinggal cangkangnya. Isinya sudah hilang. Inilah bahayanya dari calon tunggal ini," kata dia.

Selain itu, menurutnya calon tunggal juga menunjukkan kegagalan partai politik dalam melakukan tanggung jawab politiknya sebagai tempat kepentingan banyak orang diagregat dan diartikulasikan. 

Salah satu caranya, kata dia, dengan memunculkan tokoh yakni sosok yang dianggap mapu membawa gagasan parpol tersebut.

Begitu parpol tidak mampu menciptakan tokoh, kata dia, maka dengan sendirinya parpol tidaklah ada. 

Sebaliknya, kata dia, yang ada hanyalah sekumpulan orang atas nama parpol.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pendukung Kotak Kosong di Pilkada 2024 Diusulkan Boleh Kampanye dan Difasilitasi KPU 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved