Diduga Sebabkan Kerusangan Lingkungan, Format Makassar Lapor Perusahaan Besar di Toraja ke KLHK RI

Kerusakan lingkungan di Tana Toraja yang memberikan dampak begitu besar terhadap kehidupan sosial masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Penulis: Freedy Samuel Tuerah | Editor: Apriani Landa
ist
Ketua Umum Format Makassar, Waldi. Format Makassar melaporkan kerusakan lingkungan akibat aktivitas di Tana Toraja 

TRIBUNTORAJA.COM - Forum Mahasiswa Toraja (Format) Makassar Melaporkan beberapa kasus kerusakan lingkungan di Toraja ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.

Laporan ini dibawa Badan Pengurus Harian Format Makassar ke Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia di Jln. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Agustus 2023.

Hal ini dibenarkan Ketua Umum Format Makassar, Waldi, kepada TribunToraja.com, Rabu (9/8/2023).

Berdasarkan data Format Makassar, terjadi kerusakan lingkungan di Tana Toraja yang memberikan dampak begitu besar terhadap kehidupan sosial masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Ada dua laporan Format Makassar ke KLHK RI.

Dilaporkan Format, kerusakan lingkungan ini diakibatkan oleh pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dilakukan PT Malea Energy di Kecamatan Makale Selatan, Tana Toraja.

Selain itu, Format juga melaporkan dugaan perambahan dan perusakan kawasan hutan akibat pembangunan Villa secara permanen di Kecamatan Mengkendek, Tana Toraja. Hutan tersebut berfungsi sebagai kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

“Kami melaporkan dua kasus dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi di Tana Toraja ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Dua kasus tersebut yaitu Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Malea dan dugaan penyerobotan kawasan Hutan Hutan produksi (HPT) untuk pembangunan Villa," ungkap Waldi.

Waldi menjelaskan, pembangunan PLTA Malea diduga tidak sesuai dengan dokumen lingkungan.

"Kami menemukan bahwa, dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PLTA Malea yang terbit Tahun 2009, saluran pengantar seharusnya dilakukan dengan cara saluran terbuka (open Channel) namun, faktanya di lapangan PT Malea Energy justru membuat terowongan sepanjang kurang lebih 11 km yang di bangun tepat berada di bawah pemukiman dan perkampungan warga," ungkap Waldi.

Selain itu, kata Waldi, pihaknya juga menemukan penambahan daya 3x75 MW milik Bumi Mineral Sulawesi (BMS) yang melanggar Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tana Toraja.

Dalam RTRW Kapasitas Pembangkt Listrik Tenaga Air di Kecamatan Makale Selatan hanya kapasitas 182 MW.

"Sehingga penambahan daya 3x75 MW milik BMS terdapat beberapa pelanggaran lingkungan yang kami dapatkan terkait pembangunan dan aktivitas PLTA Malea," ucap Waldi.

Diketahui bahwa BMS merupakan salah satu perusahaan smelter nikel yang berada di Kabupaten Luwu yang juga bagian dari anak perusahaan Kalla Group.

Kemudian, terkait laporan kasus dugaan penyerobotan kawasan hutan, Format menyebut bahwa pembangunan pembangunan Villa di Kecamatan Mengkendek itu berada dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved