Opini
Opini: Menuju Swasembada Gula
Kebutuhan gula nasional berdasarkan data Kemenperin pada tahun 2022 sekitar 6,48 juta ton, yaitu 3,21 juta ton gula konsumsi, dalam hal ini Gula...
Secara historis, Indonesia pernah mengalami swasembada gula, yaitu pada masa Hindia Belanda sekitar tahun 1930-an.
Saat itu, produksi gula nasional mencapai 3 juta ton per tahun.
Dimana kurang lebih separuh produksi gula nasional diekspor yang menempatkan Indonesia sebagai eksportir gula nomor dua setelah Kuba.
Pada masa keemasan industri gula nasional, pemerintah Hindia Belanda menguasai sekitar 179 pabrik gula (PG) dengan kapasitas masing-masing PG sekitar 2 ribu Ton Cane per Day (TCD).
Hal ini didukung oleh perkebunan tebu sekitar 196,65 ribu hektar sehingga Bahan Baku Tebu (BBT) mencukupi untuk giling tanpa henti selama 100 – 120 hari.
Swasembada gula nasional kemudian tidak pernah tercapai kembali pada periode kemerdekaan, dimana sejak PG milik Belanda dinasionalisasi produksi gula nasional semakin menurun.
Saat ini kondisinya semakin parah karena sebagian lahan tebu di Pulau Jawa beralih fungsi menjadi areal industri dan perumahan.
Permasalahan utama industri gula nasional adalah produksi yang terus menurun dan Harga Pokok Produksi (HPP) gula yang tinggi.
Baca juga: Semua Orang Tahu Arti Sepak Bola Bagi Makassar
Produksi gula nasional mengalami penurunan karena masalah di on farm, dimana produktifitas lahan tebu hanya sekitar 50 – 70 ton per hektar dan kualitas tebu yang buruk tercermin pada rendemen yang rendah.
Sementara di off farm, kondisi PG hasil nasionalisasi dari PG Belanda tidak banyak mengalamni modernisasi menyebabkan losses (kehilangan) pada tahapan produksi tinggi.
Losses dimulai dari stasiun penerimaan tebu, gilingan, pemurnian, penguapan, masakan pendingin hingga stasiun puteran penyelesaian untuk menghasilkan gula.
Produktifitas lahan tebu dan rendemen tebu yang rendah ditambah dengan mayoritas lahan tebu adalah lahan sewa menyebabkan harga Bahan Baku Tebu (BBT) tinggi.
Keterbatasan lahan di Pulau Jawa yang memproduksi sekitar 60 persen dari total produksi gula nasional berkontribusi pada komponen sewa lahan yang tinggi dalam harga BBT.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.