Polisi Tembak Polisi
Tak Terima Dipecat, Sambo Gugat Jokowi dan Kapolri
Tuntutan tersebut tertuang dalam gugatan yang terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) nomor 476/G/2022/PTUN.JKT.
Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
TRIBUNTIMUR.COM - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv. Propam) Polri, Ferdy Sambo menggugat Jokowi dan Kapolri.
Dilansir dari Tribun-Timur.com, hal ini terjadi karena Sambo tak terima dipecat dari kepolisian.
Tuntutan tersebut tertuang dalam gugatan yang terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) nomor 476/G/2022/PTUN.JKT.
Dalam gugatan tersebut, Ferdy Sambo meminta kepada hakim agar Keputusan Tergugat I sebagaimana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 71/POLRI/Tahun 2022 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Perwira Tinggi Polri tanggal 26 September 2022 itu dibatalkan.
Sambo memohon agar hakim memerintahkan Tergugat II untuk menempatkan dan memulihkan kembali semua hak-hak Penggugat sebagai Anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Selain itu, Sambo memohon agar Tergugat I dan Tergugat II dihukum secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara yang timbul.
Diketahui, Komisi Kode Etik Polri menjatuhkan sanksi PTDH terhadap Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (26/8/2022) lalu.
Hal itu terkait pelanggaran berat Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan Ferdy Sambo.
Sambo melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir J.
Sambo juga menjadi terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara kasus pembunuhan Brigadir J.
Ia didakwa melakukan pembunuhan berencana bersama Putri Candrawathi, Richard Eliezer ata Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Disebutkan, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat Kadiv. Propam Polri.
Brigadir J dibunuh lantaran adanya cerita sepihak dari Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang, 7 Juli 2022.
Mengacu pada informasi tersebut, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J dengan melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat di rumaha dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan (8/6/2022).
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Kelima terdakwa diancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.
Baca juga: Ferdy Sambo Minta Hakim Objektif
Saksi Ahli Setuju Hukuman Mati
Ahli hukum pidana, Elwi Danil, didatangkan sebagai saksi ahli pihak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Selasa (27/12/2022).
Kuasa hukum Putri, Febri Diansyah mengatakan ahli yang dihadirkan akan menyampaikan pendapatnya secara objektif sesuai keilmuan yang dimiliki.
Febri mengatakan, pihaknya menghadirkan saksi ahli untuk merontokkan dakwaan terhadap Putri Candrawati.
Dalam keterangannya, Elwi Danil setuju dengan pidana mati untuk terdakwa pembunuhan berencana.
Hal itu dijelaskan guru besar Universitas Andalas itu saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait pandangannya terhadap hukuman mati untuk pelaku pembunuhan berencana.
Elwi mengatakan hal itu mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam yang juga memahami hukum qisas.
Meski begitu, Elwi menuturkan dalam menghormati pendapat yang berbeda, maka pembentukan RKUHP yang akan datang untuk mencari jalan tengah.
Sebelumnya JPU juga menanyakan soal pasal yang dijatuhkan pada Ferdy Sambo, yakni Pasal 338 dan 340 KUHP.
Alwi Danil menjelaskan bahwa pasal itu membahas soal unsur kesengajaan pembunuhan dengan maksud.
Ia melanjutkan, pembunuhan berencana bisa dilihat dari beberapa unsur, diantaranya adalah ketenangan hingga waktu yang cukup untuk berbincang.
Jaksa tampak tertawa merespon jawaban saksi ahli.
Sebelumnya Alwi menyebutkan dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, minimal harus memenuhi tiga unsur.
Pertama, kehendak untuk melakukan perbuatan itu harus diputuskan dalam suasana tenang.
Kedua, antara timbulnya kehendak dan pelaksanaan perbuatan harus ada waktu cukup bagi pelaku untuk merenungkan, mempertimbangkan, dan lainnya sebelum melaksanakan kehendaknya.
Alwi juga melanjutkan dalam pasal 340 KUHP, tidak dijelaskan lebih lanjut makna frasa "direncanakan lebih dahulu."
"Saya menelusuri literatur dan utusan hakim sebelumnya, dan terungkap bahwa yang dimaksud "direncanakan lebih dahulu" adalah memenuhi tiga unsur, yaitu ketenangan, timbulnya kehendak, dan waktu yang cukup," ujar Elwi. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul "Terungkap Alasan Ferdy Sambo Berani Lawan Jokowi dan Kapolri, Target Tergugat I dan II Dihukum"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/kolase-foto-sambo-kapolri-jokowi-30122022.jpg)