Nama Gereja Katolik di Sa'dan Likulambe Diprotes, Pastor Tegaskan Tidak Akan Ganti
gereja tersebut memiliki jemaat sekitar 18 kepala keluarga (KK) yang aktif beribadah dan menjadi bagian dari komunitas Katolik
Penulis: Lilianti Ariyani Saalino | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Sejumlah warga mempermasalahkan nama Gereja Katolik Stasi Santo Lukas Buntu Kole yang berada di Sa'dan Likulambe, Kecamatan Sa'dan, Kabupaten Toraja Utara, Sulsel.
Gereja yang telah berdiri selama 22 tahun itu diprotes karena penggunaan kata “Kole” dianggap sebagian warga dapat mengganggu kondusivitas masyarakat sekitar.
Kelompok warga itu, disebut telah menandatangani surat keberatan dan bahkan berencana menempuh jalur hukum jika nama “Kole” tidak diganti.
Sebagian jemaat gereja menilai protes tersebut tidak berdasar.
Menurut mereka, istilah “Kole” hanyalah nama kampung atau lokasi geografis, bukan nama tongkonan (rumah adat Toraja), sehingga tidak seharusnya menimbulkan persoalan etnis.
“Nama ‘Kole’ itu nama kampung, bukan nama tongkonan. Jadi sebenarnya tidak ada masalah. Kalau ada yang mengaitkan ini dengan persoalan etnis, itu salah besar,” ujar Helena, salah satu jemaat.
Diketahui, gereja tersebut memiliki jemaat sekitar 18 kepala keluarga (KK) yang aktif beribadah dan menjadi bagian dari komunitas Katolik di wilayah tersebut.
Menanggapi polemik tersebut, Pastor Paroki Deri, Ruvinus Rampun, mempertanyakan alasan munculnya keberatan setelah dua dekade lebih gereja berdiri.
Ia juga menegaskan bahwa pihak yang keberatan bukan merupakan umat di gereja tersebut.
“Kenapa dulu waktu gereja baru berdiri tidak keberatan? Sekarang sudah 22 tahun, baru dipersoalkan. Lagi pula yang keberatan tidak ada satupun umat dari gereja ini,” kata Pastor Ruvinus di Kantor Lembang Sa'dan Likulambe, Selasa (28/10/2025).
Pastor Ruvinus menambahkan, nama Gereja Katolik Stasi Santo Lukas Buntu Kole telah melalui proses resmi dan penetapan gerejawi.
Nama tersebut telah tercatat di pemerintah daerah, Kementerian Agama, Keuskupan Agung Makassar, bahkan hingga Vatikan.
“Nama gereja ini sudah resmi dan tercatat di pemerintah, di Kementerian Agama, sampai ke Roma. Jadi, tidak ada alasan untuk diubah,” tegasnya.
Pastor Ruvinus menegaskan bahwa bersama umat, pihak gereja akan mempertahankan nama Buntu Kole karena telah menjadi bagian dari identitas dan sejarah jemaat.
“Kami sepakat mempertahankan nama ini. Ini bukan sekadar nama tempat, tetapi bagian dari perjalanan iman dan sejarah umat di sini,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam bahasa Toraja, kata Buntu berarti bukit atau gunung, sedangkan “Kole” adalah nama kampung di wilayah Sa'dan Likulambe.
Nama “Buntu Kole” dipilih karena letak gereja berada di kawasan perbukitan bernama Kole.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/toraja/foto/bank/originals/buntu-kole2.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.