Kisah Heroik Aaron Franklyn Pertaruhkan Nyawa Amputasi Korban di Reruntuhan di Ponpes Al-Khoziny

Kondisi Nur Ahmad cukup memprihatinkan karena tangannya tertindih bongkahan beton yang runtuh.

Editor: Apriani Landa
Dokumentasi RSUD RT Notopuro Sidoarjo
KISAH HEROIK - Dokter Aaron Franklyn Soaduon Simatupang bertemu dengan korban ambruknya Ponpes Al Khoziny Nur Ahmad, Jumat (3/10/2025). Dokter Aaron melakukan amputasi lengan Nur Ahmad di bawah reruntuhan karena situasi mendesak. 

Selanjutnya, dokter yang bertugas langsung melakukan penanganan pertama setelah proses amputasi. Korban dibawa untuk mendapatkan perawatan di RSUD R.T. Notopuro.

"Jadi tetap pertolongan, (korban) dibius di sana, lukanya (amputasi) ditutup cuma akhirnya dilakukan pembersihan lagi, dijahit ulang sampai pukul 01.30 WIB baru selesai," ucap Atok.

Profil Dokter Aaron Franklyn 

Tak banyak informasi mengenai dr Aaron di media online. 

Berdasarkan penelusuran, dr Aaron di bawah supervisi Dokter Larona Hydravianto Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD Notopuro Sidoarjo.

Dikutip dari Surya.co.id, Dokter Aaron lahir di Jayapura, Papua, pada 29 Januari 1994.

Pria berusia 31 tahun ini pernah menempuh dan menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum, Universitas Pembangunan Panca Budi. 

Namun, perlu diketahui informasi kelahiran dan pendidikan dr Aaron tersebut, berasal dari pencarian Google dan belum mendapatkan konfirmasi dari dokter Aaron. 

Kisah Santri Tangannya Terpaksa Diamputasi

Nur Ahmad (16), santri yang menjadi korban ambruknya bangunan musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, mengaku tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Diceritakan Nur Ahmad, awalnya ia tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai ambruk saat salat Asar, Senin (29/9/2025).

Namun, tiba-tiba Musala Ponpes Al Khoziny runtuh dan menimpa para santri. 

"Rakaat kedua kejadiannya. Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Kondisi itu, menyebabkan lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya. Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Sumber: Bangka Pos
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved