Duduk Perkara dan Peran Halim Kalla dalam Kasus Korupsi PLTU di Kalbar Senilai Rp 1,2 Triliun
Proyek PLTU ini dibangun di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat.
TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri membongkar kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 di Kalimantan Barat senilai Rp1,2 triliun.
Proyek ini mangkrak sejak 2016.
PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah, Kalimantan Barat, dimulai pada 2008 dengan pendanaan dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).
Namun, proyek ini gagal dimanfaatkan sejak 2016 meski telah diaddendum sebanyak 10 kali hingga 2018.
Polisi pun menetapakan 4 tersangka.
Dari empat tersangka, dua di antaranya adalah mantan Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar, dan pengusaha asal Sulsel, Halim Kalla.
Fahmi menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN periode 2008-2009, di era Presiden Susilo Bambang-Jusuf Kalla.
Halim adalah adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla.
Halim ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Presiden Direktur PT Bakti Reka Nusa (BRN).
“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba Indopersada)," ungkap Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Perkara ini mulanya ditangani penyidik Polda Kalbar sejak 7 April 2021. Kasus kemudian diambil alih Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Polri pada Mei 2024 karena keterbatasan anggaran dan risiko kerawanan.
Fahmi merupakan tersangka pertama dala kasus ini. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Oktober 2025 lalu.
Dugaan korupsi tercium dengan modus permufakatan untuk memenangkan pihak tertentu yang tidak memenuhi syarat dalam lelang.
Di mana, Konsorsium KSO BRN ditunjuk sebagai pemenang lelang berdasarkan Surat Persetujuan Direksi PLN Nomor 178 Tahun 2008.
Namun, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa KSO BRN tidak memenuhi sejumlah persyaratan penting, yaitu:
- Tidak memiliki pengalaman membangun PLTU minimal 25 MW
- Tidak menyerahkan laporan keuangan tahun 2007 (audited)
- Laba bersih konsorsium tahun 2006 tidak mencapai batas minimum Rp7,5 miliar
- Tidak menyampaikan dokumen SIUJKA atau surat pernyataan penanggung jawab
KPK Belum Tetapkan Tersangka Kasus Kuota Haji, Publik Diminta Bersabar |
![]() |
---|
KPK Dalami Dugaan Fee Proyek DJKA dalam Pemeriksaan Bupati Pati Sudewo |
![]() |
---|
KPK Libatkan PPATK Telusuri Aliran Dana Dugaan Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Sebut Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Uang |
![]() |
---|
KPK Dalami Dugaan Aliran Dana ke Ridwan Kamil dalam Kasus Korupsi Bank BJB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.