TRIBUNTORAJA.COM - Pemerintah berencana menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan secara bertahap di tahun 2026.
Kenaikan ini diharapkan bisa menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang selama ini menanggung beban keuangan cukup besar.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Kamis (21/8/2025), seperti dikutip dari Antara, Jumat (22/8/2025).
"Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan," kata Sri Mulyani.
"Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” tambahnya.
Sri Mulyani menekankan bahwa penyesuaian tarif juga akan memberikan ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Namun, kemampuan peserta mandiri tetap menjadi perhatian utama. Di mana, untuk peserta mandiri Kelas 3 mendapat subsidi dari pemerintah.
"Terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)," jelas Menkeu.
Saat ini, tarif iuran BPJS Kesehatan yang berlaku saat ini yaitu:
Kelas 1: Rp 150.000 per orang per bulan
Kelas 2: Rp 100.000 per orang per bulan.
Kelas 3: Rp 42.000 per orang per bulan (di mana Rp 35.000 dibayarkan peserta dan Rp 7.000 disubsidi pemerintah).
Rencana kenaikan iuran itu dituangkan pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026.
Pemerintah mengkaji sejumlah tantangan dalam penyelenggaraan program BPJS Kesehatan, mulai dari kepatuhan peserta dalam membayar iuran hingga meningkatnya beban klaim.
Oleh karena itu, pemerintah menilai skema pembiayaan harus disusun secara menyeluruh agar menjaga keseimbangan kewajiban antara peserta, pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah.
"Untuk itu, penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah," demikian tertulis dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026.
Kenaikan iuran BPJS dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat serta kondisi fiskal negara.