Nadiem Bikin Grup WA 'Mas Menteri Core Team'  Bahas Program Digitalisasi Kemendikbud

Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KORUPSI - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, memberi keterangan usai diperiksa selama hampir 10 jam di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Kejaksaan Agung, Selasa (15/7/2025).

TRIBUNTORAJA.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan sejumlah temuan baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) periode 2019–2022.

Salah satu temuan tersebut adalah keberadaan grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team.”

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar menyebut grup WA itu dibuat sebelum Nadiem resmi dilantik menjadi menteri.

Di dalam grup WA tersebut kemudian dilakukan pembahasan soal rencana program digitalisasi di Kemendikbud Ristek.

"Pada Agustus 2019, JT (Jurist Tan) bersama-sama dengan NAM (Nadiem) dan FN membentuk grup WhatsApp bernama 'Mas Menteri Core Team' yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek apabila nanti NAM diangkat pada tanggal 19 Oktober 2019. NAM diangkat sebagai Menteri di sekitar bulan Desember 2019," kata Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/7/25) malam.

Setelah Nadiem resmi diangkat menjadi menteri, proses pengadaan program digitalisasi itu terus berlanjut.

Singkatnya, pada Februari dan April 2020, Nadiem bersama Jurist Tan dan mantan konsultan Kemendikbud Ristek Ibrahim Arief bertemu dengan pihak Google yaitu WKM dan PRA untuk membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbud Ristek.

"Selanjutnya JT menindaklanjuti perintah NAM untuk bertemu dengan pihak Google tersebut membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbud Ristek menggunakan Chrome OS di antaranya co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbud Ristek," tutur Qohar.

Lalu berlanjut pada 6 Mei 2020, Jurist Tan bersama dengan Sri Wahyuningsih, Mulatsyah dan Ibrahim Arief melakukan rapat daring yang dipimpin Nadiem.

Kala itu, Mulatsyah merupakan Direktur SMP Kemendikbud Ristek, sementara Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek.

"NAM yang memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan Chrome OS dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan," ucap Qohar.

Adapun Ibrahim juga disebut mempengaruhi tim teknis dengan mendemonstrasikan Chromebook dalam rapat Zoom Meeting bersama tim tersebut.

Walhasil, Chromebook dipilih sebagai perangkat utama untuk program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek periode 2019-2022.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyebut rencana pengadaan program digitalisasi di Kemendikbud Ristek itu sudah bergulir, bahkan sebelum Nadiem masuk dalam pemerintahan.

"Perencanaan terhadap program digitalisasi pendidikan ini sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum periode tahun anggaran 2020-2022. Bahkan sudah dilancarkan sebelum yang bersangkutan masuk di kabinet," kata Harli.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022 ini Kejagung sudah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah mantan staf khusus Nadiem, Jurist Tan; mantan konsultan Kemendikbud Ristek, Ibrahim Arief; Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek periode 2020-2021, Sri Wahyuningsih; dan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbud Ristek, Mulyatsyah.

"Pada malam hari ini penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka" ujar Qohar, Selasa (15/7).

Dari empat tersangka itu, dua di antaranya, yakni Sri Wahyuningsing dan Mulyatsyah  langsung ditahan.

Kemudian Ibrahim Arief dilakukan penahanan kota karena berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang bersangkutan mengalami ganguan jantung yang sangat kronis.

Sementara Jurist Tan belum ditahan karena masih berada di luar negeri.

Ia pun kemudian ditetapkan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buronan Kejagung.

Kerugian Negara

Kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022 ini disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp1,98 triliun.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menduga ada perbuatan melawan hukum berupa perubahan kajian hingga membuat Chromebook dipilih dalam Program Digitalisasi Pendidikan. 

Menurut jaksa, hasil kajian awal tim teknis pengadaan Kemendikbud Ristek lebih menonjolkan laptop dengan sistem operasi Windows.

Sementara Chromebook dianggap tidak efektif, salah satunya disebabkan infrastruktur internet di Indonesia yang tak merata.

Namun, pada peninjauan ulang kajian tim teknis di Juni 2020, Chromebook justru lebih diunggulkan dibandingkan laptop berbasis sistem operasi Windows.

Akhirnya, Chromebook terpilih sebagai barang pengadaan. 

Total anggaran untuk program tersebut adalah Rp9,9 triliun. Dana itu sebagian besar bersumber dari dana alokasi khusus atau DAK sekitar Rp6,3 miliar dan sisanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kemendikbud Ristek.(tribun network/fhm/ibr/dod)