Tanah Warisan Berujung Derita, Nenek 75 Tahun di Makassar Terpaksa Dirawat Cucu

NAR menjadi perawat bagi nenek yang tak berdaya, sekaligus bertahan hidup tanpa kehadiran kedua orang tuanya.

Editor: Imam Wahyudi
emba
WARISAN - Andi Supatma (75), terbaring lemah ditemani cucunya, NAR, di rumahnya di Jalan Teuku Umar, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulsel. Tiga anak dan satu menantu Andi Supatma ditahan karena kasus warisan tanah.  

“Kalau saya sempat, saya bawakan bubur. Kalau tidak, dia cuma makan mie. Kadang kue. Saya juga nggak selalu bisa datang,” ucap Syamsiah, matanya berkaca-kaca.

Ia mengaku prihatin dan berharap ada kebijaksanaan dari aparat hukum untuk melihat sisi kemanusiaan dari kasus ini.

“Kasihan sekali. Anak-anaknya semua ditahan. Yang biasanya urus dia, semua nggak ada. Tinggal cucunya yang masih kecil,” katanya pelan.

Kasus Warisan yang Berujung Derita

Kuasa hukum anak-anak Andi Supatma, Sya’ban Sartono, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari sengketa hak waris atas sebidang tanah yang dijual oleh salah satu anggota keluarga.

Keempat terdakwa, Dedy, Yuliati, Melyana, dan Mulyana, hanya berusaha mempertahankan hak mereka sebagai ahli waris.

Namun karena terjadi pembongkaran pondasi dan terekam video, kasus ini dilaporkan ke polisi dan kemudian dijerat dengan pasal pidana.

Penahanan dilakukan pada 2025, setelah kasus sempat 'tidur' sejak 2021.

“Mereka kaget luar biasa. Mulyana bahkan sempat pingsan saat akan ditahan, tapi tetap dipaksa masuk mobil tahanan,” ungkap Sya’ban.

Ia menyayangkan pendekatan hukum yang diambil dalam kasus ini.

Menurutnya, ini murni konflik keluarga yang seharusnya diselesaikan secara perdata.

“Kami sudah beberapa kali ajukan penangguhan dengan alasan kemanusiaan. Tapi belum ada tanggapan dari pengadilan. Sementara di luar sana, ada kasus-kasus lain yang bisa ditangguhkan demi anak atau keluarga,” imbuhnya.

Kini, rumah kecil di Tallo itu hanya dipenuhi sepi. Tak ada lagi suara anak-anak Andi Supatma.

Tak ada lagi aroma masakan dari Yuliati. Hanya NAR dan sang nenek yang berjuang melewati hari demi hari dengan segala keterbatasan.

“Saya cuma mau orang tuaku pulang. Biar bisa rawat nenek lagi.,” bisik NAR, menunduk.

Kisah mereka bukan sekadar tentang hukum dan warisan, tapi tentang kemanusiaan.

Tentang seorang nenek yang terbaring tanpa daya, dan seorang cucu yang mendadak jadi dewasa karena keadaan.(emba)

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved