Potensi Penerimaan Pajak Rp64 Triliun Diduga Hilang Gegara Coretax

Khusus bulan Januari, realisasi pajak bahkan merosot lebih dalam, mencapai 41,86 persen dibandingkan Januari 2024.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
net
CORETAX BERMASALAH - Ilustrasi, foto arsip. Terkini, direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai, banyaknya masalah yang terjadi di awal pelaksanaan Coretax pada Januari 2025 membuat pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak di awal tahun sebesar Rp64 triliun. 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA – Penerimaan pajak pemerintah mengalami penurunan signifikan hingga akhir Februari 2025, tercatat anjlok 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Khusus bulan Januari, realisasi pajak bahkan merosot lebih dalam, mencapai 41,86 persen dibandingkan Januari 2024.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai pelaksanaan Coretax yang bermasalah di awal tahun menjadi salah satu penyebab utama penurunan ini.

Ia memperkirakan bahwa gangguan dalam sistem perpajakan baru tersebut menyebabkan pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp 64 triliun dalam dua bulan pertama 2025.

 

 

Faktor Penurunan Penerimaan Pajak

Menurut Nailul Huda, ada dua faktor utama yang menyebabkan setoran pajak mengalami penurunan drastis:

  1. Pengembalian Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    Tahun 2024 terdapat kelebihan pembayaran PPN yang kemudian dikembalikan kepada wajib pajak pada awal 2025, sehingga mengurangi penerimaan pajak di periode tersebut.
  2. Gangguan pada Sistem Coretax
    Sistem perpajakan baru yang diterapkan pada Januari 2025 mengalami berbagai kendala teknis, yang berdampak pada kesulitan wajib pajak dalam melaporkan transaksi mereka. Akibatnya, banyak transaksi yang tertunda atau terhambat.

 

Baca juga: Sistem Coretax Dikeluhkan Masyarakat, Sri Mulyani Buka Suara

 

Ancaman terhadap APBN dan Stabilitas Fiskal

Huda memperingatkan bahwa penurunan penerimaan pajak ini dapat berimbas pada turunnya rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2025.

"Implikasinya, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) rentan melebihi 3 persen, yang bahkan bisa menimbulkan potensi impeachment," ujarnya dalam pernyataan resmi yang dikutip dari Kompas TV, Kamis (13/3/2025).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai krisis penerimaan pajak ini dapat mendorong peningkatan utang yang tidak terkendali.

 

Baca juga: Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Capai Rp 32,32 Triliun, Kripto Sumbang Rp 1,09 triliun

 

"Jika pada Januari saja utang pemerintah naik 43,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, maka pada akhir 2025 jumlah utang negara diperkirakan bisa mencapai Rp 10.000 triliun," ungkap Bhima.

Ia juga memperingatkan bahwa jika pemerintah terus menambah utang untuk menutup kekurangan penerimaan pajak, maka beban bunga utang akan meningkat secara signifikan pada 2026.

Kondisi ini dapat memicu efek crowding out dalam sektor keuangan, yang membuat pemerintah harus melakukan efisiensi anggaran secara ekstrem untuk menyeimbangkan APBN.

 

Baca juga: Pemkab Tana Toraja Punya Utang Pajak Kendaraan Dinas Rp 241 Juta Sepanjang 2024

 

Desakan Mundur Pejabat Kementerian Keuangan

Melihat kondisi yang ada, Bhima mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan, serta Direktur Jenderal Pajak untuk mengundurkan diri karena dinilai gagal menjaga disiplin fiskal dan melakukan reformasi pajak secara efektif.

"Kami menilai mereka tidak memiliki strategi yang jelas dalam mengelola fiskal dan justru merusak sistem perpajakan yang ada melalui buruknya implementasi Coretax," tegas Bhima.

(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved