Bos Pertamina Korupsi Minyak Mentah Rugikan Negara Sampai Rp 193,7 Triliun

Lerugian negara yang mencapai Rp 1937 triliun tersebut bersumber dari beberapa komponen utama. 

Editor: Apriani Landa

TRIBUNTORAJA.COM - Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengatakan, penetapan RS menjadi tersangka dilakukan setelah melalui pemeriksaan sedikitnya 96 saksi, 2 ahli, dan bukti dokumen yang sah. 

"Setelah memeriksa saksi, ahli, serta bukti dokumen yang sah, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025), dikutip dari Kompas.com. 

Abdul Qohar mengungkapkan bahwa praktik melawan hukum dalam impor minyak mentah dan produk kilang ini berdampak signifikan terhadap keuangan negara serta subsidi energi.

Kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. 

Abdul Qohar menyebutkan, kerugian negara tersebut bersumber dari beberapa komponen utama. 

"Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri mencapai Rp 35 triliun, sementara kerugian akibat impor minyak mentah melalui perantara atau broker mencapai Rp 2,7 triliun," ujarnya. 

Selain itu, Abdul bilang impor BBM melalui mekanisme yang sama menyebabkan kerugian sekitar Rp 9 triliun.

Komponen kerugian terbesar berasal dari pemberian kompensasi energi pada 2023 yang mencapai Rp 126 triliun. 

Sementara itu, pemberian subsidi BBM pada tahun yang sama menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 21 triliun. 

Skema impor yang dilakukan secara melawan hukum ini menyebabkan harga dasar BBM yang lebih tinggi, yang kemudian berdampak pada peningkatan beban kompensasi dan subsidi yang harus ditanggung oleh APBN.

Berdasarkan hasil penyidikan, lanjut Abdul, mekanisme yang dilakukan oleh para tersangka melibatkan pengkondisian produksi kilang dalam negeri agar menurun, sehingga kebutuhan minyak mentah dan produk kilang lebih banyak dipenuhi melalui impor. 

Dalam praktiknya, minyak mentah produksi dalam negeri dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kerap ditolak dengan alasan nilai ekonomis atau spesifikasi yang dianggap tidak sesuai, meskipun faktanya masih dapat diolah dengan proses tertentu.

Ketika produksi dalam negeri ditekan, minyak mentah Indonesia justru diekspor ke luar negeri. Sementara itu, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah, dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga produksi dalam negeri.

Penyidikan juga menemukan adanya pemufakatan jahat antara sejumlah penyelenggara negara dengan broker sebelum tender dilakukan. 

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved