Kesehatan

Waspada Kenaikan Kasus DBD! Begini Fase Kritis yang Harus Diketahui

Untuk mengidentifikasi apakah demam merupakan gejala DBD, dapat dilakukan tes Torniquet atau Rumple-Leede menggunakan alat pengukur tekanan darah.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
ist
Ilustrasi. 

TRIBUNTORAJA.COM - Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mengalami peningkatan belakangan ini.

Hingga bulan Maret 2024, total kasus DBD mencapai 35.556 dengan 290 kematian.

Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan.

 

 

DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Faktor-faktor seperti kepadatan populasi nyamuk, kebersihan lingkungan, dan kondisi iklim memengaruhi penyebarannya.

Dicky Budiman, seorang epidemiolog dari Griffith University Australia, menjelaskan bahwa demam DBD berbeda dengan demam dari penyakit lain.

 

Baca juga: September, Kasus DBD di Tana Toraja Tertinggi se-Sulsel, Akhir Tahun Diperkirakan Meningkat

 

"Dalam DBD, demamnya tinggi seperti penyakit lainnya seperti Covid-19 dan flu," kata Dicky seperti dilansir dari Kompas.com, Sabtu (23/3/2024).

Namun, penurunan demam dalam DBD bukanlah tanda pemulihan.

Sebaliknya, hal itu menandakan masuknya fase kritis.

 

Baca juga: Lingkungan Sehat Kunci Sukses Tekan Kasus DBD di Toraja Utara

 

Ketika demam turun, pembuluh darah mungkin mengalami kebocoran.

Biasanya, demam tinggi berlangsung selama 3-7 hari sebelum memasuki fase kritis yang berlangsung 1-2 hari.

"Warga sering keliru. Mereka berpikir jika demam turun, itu tandanya membaik. Ini sering keliru," ujar Dicky.

 

Baca juga: Jawa Tengah Jadi Provinsi dengan Kasus Kematian Tertinggi Akibat DBD

 

Namun, dengan penanganan yang tepat dan cepat, seseorang dapat sembuh dari DBD sebelum mencapai fase kritis.

Untuk mengidentifikasi apakah demam merupakan gejala DBD, dapat dilakukan tes Torniquet atau Rumple-Leede menggunakan alat pengukur tekanan darah.

 

Baca juga: Gempa Terkini 5,6 M Guncang Bengkulu Selatan

 

Gejala Fase Kritis DBD

Fase kritis DBD merupakan periode yang berpotensi mengancam nyawa karena terjadi penurunan jumlah trombosit dalam darah, yang dapat menyebabkan perdarahan serius.

Gejala fase kritis meliputi peningkatan hematokrit, perdarahan pada gusi, hidung, atau kulit, serta dapat berkembang menjadi komplikasi serius seperti syok dengue atau gagal organ.

Fase ini biasanya terjadi setelah fase demam tinggi dan berlangsung selama 1-2 hari.

 

Baca juga: Datang di NasDem Tower, Prabowo Lewat Karpet Merah Sedangkan Anies Masuk dari Pintu Samping

 

Penting untuk mendapatkan perawatan medis yang tepat selama fase ini.

Gejala kritis DBD ditandai dengan penurunan demam dan munculnya bintik-bintik merah yang menandakan pendarahan.

Gejala lain termasuk pusing atau mimisan.

 

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Tuntut Pemungutan Suara Ulang di Seluruh TPS

 

Pada tahap ini, penderita juga mungkin mengalami perdarahan dalam tinja atau fesesnya.

"Jika tidak dikenali dan ditangani, DBD dapat menyebabkan kematian atau syok, sehingga perlu dibawa ke unit perawatan intensif," jelas Dicky.

Umumnya, fase kritis juga ditandai dengan hilangnya nafsu makan dan minum, serta gejala mual dan muntah.

 

Baca juga: Permintaan Anaknya, Habib Rizieq Menikah Lagi Setelah Menduda 4 Bulan

 

Pada tahap ini, penting untuk memastikan kebutuhan cairan terpenuhi agar tidak terjadi dehidrasi dan risiko kematian.

Setelah melewati fase kritis, penderita DBD akan masuk ke dalam fase pemulihan, ditandai dengan peningkatan denyut nadi, peningkatan kadar trombosit dalam darah, dan pemulihan nafsu makan.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved