Tersangka Korupsi Proyek Jalan

Kronologi Kasus Korupsi Pekerjaan Jalan di Toraja Utara yang Libatkan PNS di Dinas PUPR Torut

BTP selalku PPK melakukan perbuatan melawan hukum pada proyek Pekerjaan Peningkatan Jalan Bangkekekila - To’yasa, Toraja Utara.

Penulis: Freedy Samuel Tuerah | Editor: Apriani Landa
net
Ilustrasi 

TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Tana Toraja di Rantepao mengumumkan 2 tersangka dugaan kasus korupsi Pekerjaan Peningkatan Jalan yang dikelola Dinas PUPR Kabupaten Toraja Utara pada tahun anggaran 2018.

Hal ini ia sampaikan Kepala Cabjari Tator, Deri F Rachman, di Cabjari Rantepao, Jl Poros Bolu-Palopo, Sulawesi Selatan, Selasa (7/11/2023) sore.

Dua tersangka adalah BTP dan ATR.

BTP merupakan PNS di Dinas PUPR Kabupaten Toraja Utara dan bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Adapun ATR adalah Direktur PT Kurnia Agung Persada yang merupakan rekanan dalam proyek ini.

Pidsus Cabjari Tana Toraja, Iwan, menceritakan perihal kronologis kasus tersebut.

Tersangka inisial BTP dimana yang bersangkutan menjabat selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Pekerjaan Peningkatan Jalan Bangkekekila - To’yasa pada Dinas PUPR Kabupaten Toraja Utara Tahun Anggaran 2018 dan saat ini masih bertugas sebagai ASN/PNS aktif.

Sedangkan ATR menjabat selaku Direktur PT KAP selaku penyedia jasa.

Bahwa adapun kasus posisinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pada tahun 2018 Pemerintah Kabupaten Toraja Utara telah menganggarkan dana untuk Pekerjaan Peningkatan Jalan Bangkelekila’-To’yasa pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Toraja Utara dengan pagu sebesar Rp 7.230.754.000 (tujuh miliar dua ratus tiga puluh juta tujuh ratus lima puluh empat ribu rupiah) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2018.

Bahwa pekerjaan tersebut kemudian telah dilelang dengan diikuti oleh 6 (enam) peserta lelang dimana pekerjaan tersebut akhirnya dimenangkan oleh PT KAP dengan harga penawaran sebesar Rp 7.002.621.397,20 (tujuh miliar dua juta enam ratus dua puluh satu ribu tiga ratus sembilan puluh tujuh rupiah dua puluh sen).

Bahwa setelah PT KAP ditetapkan sebagai pemenang lelang, kemudian dilakukan penandatanganan kontrak oleh tersangka ATR selaku Pejabat Pembuat Komitmen bersama dengan tersangka ATR selaku Direktur PT KAP dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 150 hari.

Jaksa Penyidik kemudian mencium tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut. Penyidik pun mengumpulkan bukti-bukti dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.

Alat bukti surat dan keterangan ahli telah diperoleh dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka.

Iwan menjelaskan bahwa dalam tahap perencanaan pengadaan, tersangka BTP selaku PPK saat dalam tahap penetapan spesifikasi teknis dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), tidak terlebih dahulu melakukan survei.

Namun, saat menetapkan spesifikasi teknis dan HPS, tersangka BTP menggunakan hasil survei pada tahun sebelumnya yang kegitannya tidak terlaksana karena keterbatasan anggaran.

Kemudian, tersangka ATR selaku Direktur PT KAP mengajukan permohonan amandemen kontrak untuk melakukan perubahan tambah kurang volume pekerjaan (Contract Change Order). Sehingga atas permintaan dari penyedia tersebut, pihak Konsultan Pengawas kemudian membuat Justifikasi Teknis yang menyetujui diadakannya perubahan tambah kurang volume pekerjaan.

Sehingga diadakan amandemen kontrak yang merubah beberapa volume pada item-item pekerjaan.

Pada saat pekerjaan akan berakhir, dilakukan kembali amandemen kontrak yang intinya memperpanjang jangka waktu pekerjaan.

Namun setelah terjadi 2 kali amandemen kontrak, ternyata tersangka BTP selaku PPK dan tersangka ATR selaku pelaksana tidak mematuhi ketentuan kontrak.

Di mana tersangka BTP dan ATR kembali mengubah volume beberapa item pekerjaan tanpa tidak didahului dengan permintaan secara resmi dan tanpa sepengetahuan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Konsultan Pengawas.

Melainkan hanya atas persetujuan lisan antara tersangka BTP dan tersangka ATR, dimana perubahan volume tersebut tanpa didahului dengan addendum kontrak.

Tersangka BTP juga tidak melaporkan perubahan tersebut kepada Pengguna Anggaran.

"Konsultan Pengawas sebenarnya telah memberikan teguran kepada tersangka ATR selaku pelaksana namun tersangka ATR beralasan pekerjaan bisa terlambat. Karena itu, ATR tetap melanjutkan pekerjaan," urai Iwan.

"Dalam berjalannya pekerjaan, tersangka ATR selaku pelaksana juga tidak memberikan laporan rutin kepada PPTK melainkan hanya pada pengajuan pencairan," tambahnya.

Tersangka BTP disinyalir tidak menjalankan tugasnya dalam mengendalikan kontrak, dimana berdasarkan dokumen backup data quantity yang dibuat oleh pelaksana dan ditandatangani oleh tersangka BTP, terdapat perbedaan selisih volume antara CCO dengan final quantity.

"Namun tersangka BTP tidak mengetahui jika perbedaan selisih volume pekerjaan tersebut tidak dikerjakan. Nah, meskipun pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, tersangka BTP selaku PPK tetap melakukan pembayaran 100 persen kepada pelaksana," tutur Iwan.

"Tersangka melakukan perbuatan melawan hukum dan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 892.146.005,98 berdasarkan hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Inspektorat Kabupaten Toraja Utara," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved