Hadapi Masalah Polusi, Peneliti: Mirip Kasus Covid-19, Pemerintah Minim Data dan Rujukan Ilmuwan

Ia mencontohkan kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta hampir tidak pernah mengacu pada usulan ilmuwan, tidak jelas basis pengambilan kebijakannya,

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Kompas.com/Heru Kumoro
Salah satu Patung Selamat Datang menggunakan masker yang dipasang aktivis Greenpeace sebagai bagian dari kampanye energi baik atau penggunaan energi ramah lingkungan, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (23/10/2019). 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA - Polusi yang tengah meresahkan Indonesia saat ini, kerap memicu perdebatan.

Namun untuk menangani masalah ini, narasi yang disusun pemerintah mengenai polusi dinilai minim dukungan data ilmiah.

Alih-alih polusi berkurang, pembuat kebijakan yang berbicara tanpa data justru membuat kabur penyebab dari polusi ini.

 

 

Dikutip dari Kompas TV, Chairman Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH)- Indonesia Node, Ika Idris mengatakan dalam pantauan pemberitaan media selama sebulan terakhir, aktor-aktor yang meramaikan diskusi publik justru datang dari pemerintah, perusahaan-perusahaan BUMN di bidang energi, dan perusahaan-perusahaan asuransi kesehatan.

Kalaupun ada di luar itu, yakni dari WHO, yang menyampaikan mengenai nilai panduan kualitas udara.

 

Baca juga: Imbas Polusi Udara, Klaim BPJS Kesehatan Tembus Rp 10 T, Kanker Paru Jadi Penyakit Berbiaya Besar

 

“Karena pemerintah blunder dengan penyebab polusi udara, maka langkah dalam mengatasinya pun beda-beda satu sama lain. Pemerintah terkesan ingin solusi jangka pendek saja, bukan solusi jangka panjang yang sampai ke akar masalahnya."

"Pemerintah juga tidak transparan menyampaikan sebenarnya sumbernya polusinya dari mana saja, misal berapa persen kontribusi dari kendaraan atau berapa dari PLTU,” kata Ika di Jakarta, Selasa (29/8/2023) dalam pernyataan tertulisnya yang dikirimkan ke media.

Ika melanjutkan, saat ini tidak ada ilmuwan yang dijadikan rujukan.

 

Baca juga: Ternyata Polusi dan Kualitas Udara yang Buruk Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental

 

Sebenarnya praktik-praktik seperti ini bukan pertama kalinya terjadi.

Ketika pandemi Covid-19 baru memasuki Indonesia, hal semacam ini juga terjadi, di mana suara ilmuwan tidak didengar dan tidak dianggap penting.

 

Baca juga: Dokter: Olahraga di Luar Ruangan saat Kualitas Udara Buruk Berbahaya untuk Kesehatan

 

Untuk permasalahan polusi yang kompleks, menurutnya kepakaran ilmuwan dari berbagai bidang harus dipertimbangkan.

“Dalam pantauan kami dengan Factiva-platform pemantauan berita milik Dow Jones, suara ilmuan masih sebatas diwakili oleh dokter atau dokter spesialis paru."

"Padahal masalah ini sudah mencakup isu kesehatan penduduk, sehingga perlu melibatkan ilmuwan dari berbagai bidang di antaranya teknik lingkungan, kesehatan publik, perubahan perilaku, transportasi, modifikasi cuaca, dan energi bersih,” ujar Ika.

 

Baca juga: Sekjen PDIP: Kualitas Udara Jakarta Buruk Karena Lama Tak Diurus

 

Pada masalah genting seperti ini, pemerintah penting untuk mendengarkan ilmuwan dan utamanya data-data ilmiah.

Laporan Global Alliance on Health and Pollution tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara di urutan nomor empat teratas dengan kasus meninggal prematur yang disebabkan polusi udara.

Jumlahnya mencapai 123 ribu jiwa di tahun tersebut.

 

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Presiden Jokowi Beri Instruksi Begini

 

Sementara, menurut data yang sama, jumlah meninggal prematur karena semua jenis polusi mencapai 232 ribu jiwa di tahun 2019.

“Di tengah krisis udara bersih, jika pemerintah tidak tahu langkah apa yang mesti diambil, mestinya mereka mengundang ilmuwan dan mendengarkan masukan mereka,” tegas Ika.

 

Baca juga: Udara di Jakarta Buruk, Presiden Imbau Perkantoran Terapkan WFH

 

Ia mencontohkan kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta hampir tidak pernah mengacu pada usulan ilmuwan, tidak jelas basis pengambilan kebijakannya, dan tidak konsisten.

“Jika kita amati, kebijakan menutup pabrik arang, bekerja dari rumah bagi Aparatur Sipil Negara Pemprov DKI, hingga uji coba penyemperotan mist generator dari atas gedung, hampir tidak pernah dijelaskan landasan ilmiah pengambilan keputusannya,” jelas Ika.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved