Leisure

Katokkon Cafe, Tempat Ngopi dan Butik di Tana Toraja yang Tawarkan Produk Lokal

Pendiri Katokkon Cafe Tana Toraja, Merda Mangayun mengatakan awal mula inspirasinya untuk mendirikan cafe berawal dari petani cabai katokkon. 

Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Muh. Irham
Tribun Toraja/Kristiani Tandi Rani
Kain batik di Katokkon Cafe, memasarkan produk lokal 

TRIBUNTORAJA.COM, MAKALE - Menikmati makanan sambil melihat wastra kain tradisional batik Toraja menjadi candu bagi pecinta kain tradisional. 

Tempat ngopi dan butik dapat dirasakan di Katokkon Cafe, sebuah cafe yang di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang menjual berbagai kain batik wastra Toraja.

Katokkon cafe beralamat di Jalan Buisun, Pantan, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja

Resmi didirikan pada tahun 2017, cafe yang berumur lima tahun ini menjadi salah satu pilihan tempat nongkrong di Tana Toraja

Pendiri Katokkon Cafe Tana Toraja, Merda Mangayun mengatakan awal mula inspirasinya untuk mendirikan cafe berawal dari petani cabai katokkon. 

"Kattokkon itu sebenarnya cabe kalau di Toraja. Jadi pada saat itu saya ikut suami saya kampanye dan saya mendengar betapa sulitnya pertanian katokkon ini," katanya. 

Seiring berjalannya waktu, Merda (sapaannya) yang mencintai kearifan lokal Toraja kemudian merambah kedunia fashion. 

"Saya lihat kain batik Toraja ini unik sekali tapi tidak terlalu menjual barangnya," tuturnya. 

Kecintaannya pada batik membuatnya terinspirasi untuk mengembangkan fashion batik Toraja. 

"Jadi saya pikir mungkin harus ada sentuhan, dan sejak itu kita berpikir selain menjual kain kita juga buat pernak-pernik yang bisa langsung dipakai," ucap Merda, warga asli Toraja ini. 

Berbagai inovasi Ia lakukan untuk mengembangkan batik Toraja hingga bernilai jual tinggi. 

"Kita buat baju, dompet, tas, sepatu, jadi baik untuk penggunaan casual maupun untuk penggunaan resmi, itu kita siapkan," tuturnya. 

Dengan inovasi yang dilahirkannya, pendiri Katokkon Cafe ini berharap bisa memberi solusi bagi konsumen batik Toraja. 

"Jadi dengan demikian orang ngak bingung, punya kain tapi di simpan di lemari. Kadang-kadang juga ngak dapat penjahit yang bisa menata dengan baik," ujarnya. 

Ia mengakui, batik yang saat ini dikembangkannya adalah batik yang berasal dari karya masyarakat lokal. 

"Jadi terus terang kami masih banyak memakai pengrajin lokal," imbuhnya. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved