Asal Usul Ma’nene, Ritual Menghidupkan Ingatan Leluhur Orang Toraja Sekaligus Merawat Kenangan

TRIBUNTORAJA.COM - Di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, kematian bukanlah akhir.

Bagi masyarakat setempat, hubungan dengan leluhur tidak berhenti ketika tubuh dimakamkan.

Setiap tiga hingga empat tahun sekali, mereka kembali membuka makam keluarga, mengeluarkan jasad, membersihkannya, lalu menggantikan pakaian dengan yang baru.

Tradisi ini dikenal dengan sebutan Ma’nene.

Prosesi Sarat Makna

Pagi hari, keluarga besar akan berkumpul di depan Patane, makam berbentuk rumah tempat menyimpan jasad leluhur. 

Sebelum peti dibuka, seorang Ne’tomina atau tetua adat atau pemimpin ritual, membacakan doa dalam bahasa Toraja kuno.

Doa ini berisi permohonan restu kepada arwah agar kehidupan keluarga senantiasa diberkati, terutama dalam urusan pertanian dan panen.

Setelah doa, jenazah dikeluarkan perlahan.

Dengan penuh kehati-hatian, tubuh yang sudah diawetkan puluhan bahkan ratusan tahun lalu dibersihkan menggunakan kuas halus.

Sisa-sisa kain lama yang melekat diganti dengan pakaian baru.

Bagi keluarga Toraja, proses ini bukan sekadar perawatan fisik, melainkan juga bentuk kasih sayang dan kerinduan yang terus hidup.

Selesai berpakaian, jenazah dikembalikan ke Patane.

Ritual kemudian ditutup dengan ibadah bersama di rumah adat Tongkonan.

Di sinilah keluarga besar, termasuk mereka yang merantau, berkumpul, bercerita, dan memperkuat kembali ikatan persaudaraan.