Ritual
Mengenal Tedong Bonga, Hewan yang Dikeramatkan oleh Masyarakat Toraja
Bagi masyarakat Toraja, kerbau atau tedong diyakini sebagai kendaraan arwah menuju Puya (dunia arwah atau akhirat).
TORAJA, TRIBUN-TIMUR.COM - Masyarakat Tana Toraja sangat identik dengan adat istiadat unik yang selalu menarik perhatian. Hampir setiap tahun, masyarakat Tana Toraja dan Toraja Utara menggelar berbagai upacara adat dengan melibatkan hewan kerbau atau tedong.
Kerbau atau tedong bagi masyarakat Toraja sangat lekat dengan kehidupan mereka. Kerbau begitu dipuja karena dianggap sebagai hewan sakral. Tak heran jika hampir setiap masyarakat Toraja memiiki ternak kerbau di rumahnya. Selain sebagai pembajak sawah, kerbau atau tedong juga sebagai simbol sosial masyarkat.
Bagi masyarakat Toraja, kerbau atau tedong diyakini sebagai kendaraan arwah menuju Puya (dunia arwah atau akhirat).
Salah satu tradisi masyarakat Toraja yang melibatkan kerbau atau tedong adalah upacara adat Rambu Solo'. Pada upacara ini, kerbau dijadikan sesembahan bagi orang yang telah meninggal dunia.
Upacara Rambu Solo' digelar berhari-hari bahkan ada yang sampai berminggu-minggu lamanya. Ribuan orang dari berbagai penjuru nusantara bahkan dunia, berbondong-bondong datang ke Toraja untuk menghadiri upacara kematian ini.
Selama Ramu Solo' berlangsung, puluhan bahkan ratusan ekor kerbau disembelih. Dagingnya kemudian digunakan untuk dikonsumsi bersama-sama warga yang hadir di upacara adat itu.
Dalam kepercayaan Aluk To Dolo, atau agama Toraja kuno, rambu solo’ dilakukan keluarga bangsawan. Makin tinggi nilai kebangsawanan, makin besar dan mewah pula acara. Belakangan ritual ini bisa juga oleh non bangsawan, tetapi memiliki keuangan cukup.
Sekarang siapa pun bisa menggelar Rambu Solo'. Meski dulu hanya bangsawan. Namun, tidak semua daerah di Toraja boleh. Di beberapa daerah tetap mengacu kepada aturan Aluk To Dolo, hanya boleh bangsawan.
Dalam upacara kematian ini, kerbau yang dikorbankan sangat tergantung hasil rembuk keluarga besar. Ada sampai menyembelih 1.000 kerbau.
Persyaratan wajib minimal 40 ekor dan puluhan babi. Dalam rembuk ini, biasa juga ditetapkan kapan ritual dilaksanakan.
Selama ritual berkabung belum dijalankan, jasad tetap berada di dalam rumah adat yang disebut tongkonan dan dibungkus beberapa helai kain.
Segala kebutuhan hidup tetap diberikan, seperti pakaian, sajian makanan bahkan tetap diputarkan acara TV favorit.
Hal menarik dalam ritual ini adalah jenis kerbau yang dikorbankan ternyata memiliki kasta beragam, antara lain tedong bonga, tedong pudu’ dan tedong sambao’.
Tedong bonga adalah kerbau dengan kasta tertinggi. Dinamai bonga karena memiliki belang di sekujur tubuh. Tedong bonga ini memiliki beberapa jenis, didasarkan jenis dan belang berada.
Ada bonga sanga’daran, yaitu kerbau belang bagian mulut didominasi warna hitam.
Ada juga bonga randan dali’ jika warna alis mata hitam.
Juga bonga lotong boko’ jika memiliki warna hitam di bagian punggung.
Tedong bonga dengan nilai tertinggi adalah tedong saleko atau kerbau belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh.
Salah satu ritual terpenting Rambu Solo. Ini adalah adu kerbau. Tak jarang acara ini dijadikan kesempatan warga untuk taruhan uang atau barang. Foto: Sharif Jimar
Tedong saleko inilah merupakan kerbau harga termahal, dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Harga sangat tergantung kondisi kerbau itu, yaitu dari belang, panjang tanduk, tanda khusus di tubuh, hingga panjang ekor.
Makin besar tanduk, makin panjang ekor, jika lokasi belang di tempat persyaratan, makin mahal pula harganya.(*)