Bagai Romeo dan Juliet, Kakek Nenek di Soppeng Selalu Berduaan Saat Hidup, Meninggal Selang 3 Jam

TRIBUNTORAJA.COM - Cinta sejati kadang tak hanya bertahan di dunia, tapi juga ikut terbawa hingga ke akhir hayat.

Itulah kisah mengharukan pasangan lansia asal Kampung Daru Ajue, Desa Lalabata Riaja, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, Husen Bin Gega (78) dan Habiba Binti Agera (78).

Pasutri ini meninggal dunia hanya berselang tiga jam, Minggu (12/10/2025).

Husen mengembuskan napas terakhir pukul 21.21 Wita.

Tak lama setelahnya, pukul 23.30 Wita, sang istri Habiba menyusul kepergian belahan jiwanya.

Kematian mereka yang hampir bersamaan membuat warga setempat haru.

Banyak yang menyebut, kisah keduanya bak Romeo dan Juliet dari Soppeng.

“Saya masih di Bandara Juwata Tarakan (Kalimantan Utara) untuk pulang ke Soppeng (via Bandara Hasanuddin Makassar) karena dapat kabar bapak meninggal. Saat masih di Bandara Juwata, kakak di kampung telepon lagi, bilang ibu juga sudah menyusul,” tutur Baharuddin (48), putra keempat pasangan itu, Senin (13/10/2025).

Begitu tiba di rumah duka usai menempuh perjalanan 4,5 jam dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar ke Soppeng, Bahar mendapati kedua orang tuanya sudah terbujur berdampingan di ruang tamu.

Kabar wafatnya pasangan tersebut pertama kali dibagikan Wakil Bupati Soppeng, Selle KS Dalle, melalui akun media sosialnya.

Ia menyebut keduanya sebagai simbol cinta dan kesetiaan sejati.

“Tuhan kabulkan doa mereka, pasangan setia yang hidup rukun dalam kesederhanaan hingga menutup usia bersama,” tulisnya di Instagram @selleksdalle02.
 
Menurut keluarga, Husen dan Habiba dikenal sebagai pasangan yang hampir tak pernah berpisah.

Sejak menikah pada 1984, keduanya menjalani hidup dengan sederhana sebagai petani, namun selalu bersama ke mana pun pergi.

“Kalau bapak ke empang, baru sehari saja pisah, langsung minta pulang karena rindu sama ibu,” cerita Bahar, yang kini tinggal di Tarakan, Kalimantan Utara.

Selama dua bulan terakhir, keduanya sempat menetap di Tarakan bersama anak dan cucu mereka.

Di sana, mereka seperti pasangan muda yang sedang berbulan madu, selalu berdua, saling melayani, dan bercanda setiap pagi sambil minum kopi.

Tetangga mereka di Lalabata Riaja, Rifai (35), juga mengenang keduanya sebagai pasangan yang hangat dan romantis.

“Setiap pagi, ibu bikin kopi, bapak duduk di teras. Kadang bapak duduk di pangkuan ibu. Mereka selalu bersama, bikin iri tetangga,” kenangnya.
 
Tanda-tanda perpisahan itu datang pada Jumat (10/10/2025).

Pagi itu, Habiba terpeleset di samping rumah saat hendak menjemur pakaian.

Biasanya Husen yang membantu menjemur, tapi hari itu sang istri bersikeras melakukannya sendiri.

Setelah terjatuh, kondisinya terus menurun.

Selama dua hari berikutnya, Husen nyaris tak beranjak dari sisi istrinya.

Tak ada lagi tawa di teras, tak ada aroma kopi yang biasa menyambut pagi.

Sabtu malam, Husen mengembuskan napas terakhir dengan tenang.

Beberapa jam kemudian, Habiba menyusul Husen, seolah menepati janji bahwa mereka akan selalu bersama, dalam hidup maupun mati.

Minggu pagi, jenazah keduanya dimandikan, dishalatkan, dan dimakamkan berdampingan di pemakaman keluarga di Lalabata Riaja.

Pasangan ini meninggalkan empat anak dan 13 cucu, serta kenangan cinta yang sederhana namun mendalam bagi semua yang mengenalnya.

“Mereka hidup saling merawat dari muda sampai tua. Kini pun pergi bersama,” ujar Rifai lirih.

Kisah Husen dan Habiba menjadi pengingat bahwa cinta sejati bukan tentang kemewahan, tetapi tentang kesetiaan yang tetap utuh hingga napas terakhir.(jabal)